Perantau Minang di Malaysia
Posted by Muhammad Irfan on Tuesday, October 29, 2013 with No comments
Tokoh-tokoh Minang dalam pecahan mata uang Dollar, Ringgit, dan Rupiah |
Abdul
Aziz Ishak, pada tahun 1983 pernah menulis buku berjudul : “Mencari
Bako”. Konon buku ini ia tulis karena kebanggaannya sebagai orang
keturunan Minang yang banyak mencipta peradaban di kedua belah negeri,
Indonesia dan Malaysia. Walau menurut adat Minangkabau yang matrilineal
itu, Aziz tak “benar-benar sebagai orang Minang”, namun kegalauannya
mencari keluarga ayah (bako dalam istilah Minangkabau), mendorongnya
untuk menulis buku setebal 155 halaman. Dalam buku itu diterangkan,
bahwa Aziz merupakan generasi kelima keturunan Datuk Jannaton, anggota
keluarga Kerajaan Pagaruyung yang meneroka Pulau Pinang di awal abad
ke-18. Walau jauh sudah pertautan Aziz dengan ranah Minang, namun rasa
keminangannya itu masih perlu ia nukilkan. Dari catatan ini, terungkap
pula nama Jamaluddin atau Che Din Kelang, seorang kaya Minangkabau asal
Kelang Selangor, yang menikahi emak tua-nya Aishah. Kini keturunan Datuk
Jannaton telah menyebar ke serata dunia, dan banyak dari mereka yang
“menjadi orang”. Selain Aziz Ishak yang pernah menjabat menteri
pertanian Malaysia, saudara tertuanya Yusof Ishak sukses menjadi
Presiden Republik Singapura yang pertama.
Kisah
lainnya datang dari Rais Yatim, yang saat ini menjabat sebagai menteri
komunikasi, informasi, dan kebudayaan Malaysia. Rais lahir dari pasangan
Mohammad Yatim dan Siandam asal Palupuh, luhak Agam. Orang tuanya yang
berprofesi sebagai pedagang, telah merantau ke Malaysia sejak tahun
1920-an. Dalam sebuah autobiografinya, Rais menulis seluk beluk memasak
rendang, masakan Minangkabau yang telah mendunia. Rais mencatat, ada
tiga kunci memasak rendang agar terasa nikmat : pertama cukup kelapa dan
ramuan, kedua mesti dikacau berterusan, dan ketiga apinya jangan besar.
Komentar Rais mengenai rendang, melengkapi pengamatannya tentang adat
perpatih yang berhulu di Minangkabau. Ternyata kecintaan Rais akan
budaya Minang, bukan sebatas masakannya saja. Gaya rumah yang
dibangunnya-pun, mengikuti arsitektur Minang beratapkan gonjong. Seperti
banyak perantau Minang lainnya yang sukses berkarya di seantero jagad,
Rais juga memiliki sifat demokratis dan egaliter. Selain itu karakter
Minang yang melekat pada dirinya adalah, ia orang yang berprinsip, mudah
bergaul, tahu dengan ereng dan gendeng, serta alur dan patut.
Keluarga
kerajaan Negeri Sembilan, yang berketurunan raja-raja Pagaruyung,
banyak pula yang tampil ke muka. Pada tahun 1957, pasca lepasnya
negeri-negeri Semenanjung dan Borneo Utara dari penjajahan Inggris,
Tuanku Abdul Rahman terpilih sebagai Yang Dipertuan Agung Malaysia
pertama. Tidak seperti halnya Rais Yatim dan juga Ishak bersaudara yang
mencuat di panggung politik berkat profesionalitas ataupun keilmuannya,
pengangkatan Abdul Rahman sebagai ketua Kerajaan Malaysia, lebih
dikarenakan kewibawaannya di tengah raja-raja yang lain. Tahta ini
merupakan jabatan bergilir, yang diberikan kepada semua raja yang masuk
ke dalam persekutuan Malaysia. Setelah Abdul Rahman, Jafar-lah orang
Negeri Sembilan berikutnya yang menjabat posisi tesebut. Seperti halnya
gambar Mohammad Hatta dalam salah satu pecahan rupiah, dan Yusof Ishak
dalam pecahan dollar Singapura, diabadikannya Abdul Rahman pada salah
satu pecahan mata uang ringgit, menjadi kebanggaan tersendiri bagi
orang-orang Minang. Satu lagi yang mencuat dari keluarga kerajaan Negeri
Sembilan adalah Tuanku Tan Sri Abdullah, yang merupakan putra Tuanku
Abdul Rahman. Keberhasilannya membangun serikat niaga Melewar
Corporation, telah mengantarkannya sebagai salah satu miliarder Malaysia
terkemuka.
Rais Yatim menyambut Minangkabau Food Festival di Kuala Lumpur |
Muszaphar
Shukor, contoh suskes ilmuwan Minang di Malaysia. Angkasawan pertama
negeri jiran ini, dalam suatu kunjungannya ke Indonesia mengaku berasal
dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Walau Payakumbuh merupakan kampung
neneknya, namun Muszaphar masih menganggap ranah Minang sebagai asal
usulnya. Profesi Muszaphar, sebenarnya adalah seorang dokter ortopedi.
Namun perjalanan karirnya, telah mengantarkan ia lepas landas ke luar
angkasa. Perjalanannya ke dunia luar itu, masih berkait erat dengan
dunia kedokteran yang selama ini ia geluti. Dia bereksperimen mengenai
karakteristik dan perkembangan sel-sel kanker hati dan leukimia, serta
kristalisasi berbagai protein dan mikroba pada gravitasi rendah.
Kepergiannya ke luar angkasa pada Oktober 2007 lalu, tidak hanya
membanggakan masyarakat Minangkabau dan Malaysia, namun juga mengangkat
harkat dan martabat bangsa Melayu secara keseluruhan.
Perantau
lainnya adalah Tahir Jalaluddin. Salah satu dari banyak ulama
Minangkabau yang sukses berkarya di Malaysia. Ulama tamatan Al Azhar
Kairo ini, merupakan sosok pekerja keras kelahiran Ampek Angkek, Agam.
Usahanya dalam menyebarkan paham modernisme kepada masyarakat Islam
semenanjung, telah banyak melahirkan ulama-ulama Melayu puritan yang
revolusioner. Majalah Al-Iman, merupakan bentuk nyata kontribusi Syeikh
Tahir dalam membangun keislaman di Malaysia. Walau cikal bakal
kemunculan majalah tersebut ada di Singapura, namun tingginya mobilitas
para pembaca Al-Iman, juga turut mempengaruhi proses pembaharuan di
Malaysia. Kerasnya Tahir Jalaluddin dalam mendidik, melahirkan seorang
lagi politisi Minang yang sukses di Malaysia. Dia adalah Tun Hamdan
Syeikh Tahir, yang merupakan putra kandung Syeikh Tahir sendiri. Dalam
perjalanannya Hamdan muncul sebagai pendidik Malaysia yang kesohor, dan
menjadi pejabat gubernur Pulau Pinang (1989-2001). Kontribusi Hamdan
membangun peradaban Malaysia, telah menempatkannya sebagai salah seorang
yang sedikit mendapatkan gelar Tun.
Satu
lagi nama yang mencuat di Malaysia adalah Ibrahim Anon. Hobi menggambar
dan profesinya yang pelukis, telah mengantarkan Ibrahim sebagai
kartunis Malaysia kelas wahid. Melalui majalah humor Gila-gila, Ibrahim
menciptakan tokoh Ujang. Watak Ujang yang coba disampaikannya dalam
visual humor itu, merupakan karakter yang mencerminkan kehidupan
sehari-hari masyarakat Malaysia. Ketokohan Ujang, membuat namanya lekat
di hati. Walau nama Ibrahim tinggi menjulang, namun ia tak pernah lupa
dengan asal usulnya di Minangkabau. Drama televisi “Aku Budak Minang,
Atuk dan Aca”, merupakan wujud ketaklupaan Ibrahim kepada ranah tumpah
darahnya.
Keluarga
Saidi, Adnan beserta adik-adiknya Ahmad dan Amarullah, merupakan
keluarga pejuang Malaysia yang selalu dikenang. Dibanding kedua
saudaranya, Adnan merupakan prajurit Minang yang cemerlang. Pada tahun
1933 ketika berusia 18 tahun, ia bergabung dalam Resimen Melayu. Setahun
kemudian, dia terpilih sebagai anggota terbaik. Dalam pertempuran di
Bukit Candu, karir militer Adnan berakhir tragis. Serangan besar-besaran
tentara Jepang, telah menewaskannya dan banyak tentara Melayu lainnya.
Keberanian Adnan Saidi bersama batalion pertama dan kedua Resimen Melayu
dalam mempertahankan Pasir Panjang, menjadi salah satu episode yang
kekal dalam lipatan sejarah Malaysia.
Selain
nama-nama di atas, masih banyak lagi sosok yang menorehkan tinta
emasnya di gelanggang kehidupan jiran Malaysia. Zulhasril Nasir dalam
bukunya “Tan Malaka dan Gerakan Kiri Minangkabau” mencatat, setidaknya
ada puluhan perantau Minang yang menjadi tokoh pergerakan di Malaysia.
Mereka antara lain Ahmad Boestamam, Rashid Maidin, Sutan Jenain, dan
Shamsiah Fakeh. Selain itu masih ada nama-nama yang duduk di kursi
kementerian seperti Abdul Samad Idris dan Amirsham Abdul Aziz, serta Tan
Sri Norma Abbas wanita pertama yang menjabat hakim besar Malaysia.
Aznil Nawawi, Azmyl Yunor, dan Aishah yang kesemuanya berprofesi sebagai
artis, menambah panjang deretan nama perantau Minang yang sukses di
Malaysia.
@http://afandriadya.com/
0 comments:
Post a Comment