The Knowledge For Our Common

Saturday, January 31, 2015

PENGETAHUAN DIRI

http://www.kliktoday.com/


Berpikir benar datang dengan pengenalan-diri. Tanpa memahami diri Anda, Anda tidak punya dasar untuk berpikir; tanpa pengenalan-diri, yang Anda pikir adalah tidak benar. Anda dan dunia bukan dua entitas berbeda dengan problem terpisah; Anda dan dunia adalah satu. Problem Anda adalah problem dunia. Anda mungkin hasil dari kecenderungan-kecenderungan tertentu, dari pengaruh lingkungan, tetapi Anda tidak berbeda secara mendasar dengan orang lain.
Secara batiniah, kita semua sangat mirip; kita semua didorong oleh keserakahan, keinginan jahat, ketakutan, ambisi dan sebagainya. Kepercayaan, harapan, aspirasi kita mempunyai landasan bersama. Kita adalah satu; kita adalah satu kemanusiaan, sekalipun batas-batas artifisial dari ekonomi dan politik dan prasangka memecah-belah kita. Jika Anda membunuh orang lain, Anda merusak diri sendiri. Anda adalah pusat dari keseluruhan, dan tanpa memahami diri Anda sendiri Anda tidak dapat memahami realitas.
Kita mempunyai pengetahuan intelektual tentang kesatuan ini, tetapi kita tetap menyimpan pengetahuan dan perasaan dalam kotak-kotak yang berbeda, dan oleh karena itu kita tidak pernah mengalami kesatuan yang luar biasa dari manusia.


 J. Krishanmurti

Thursday, January 22, 2015

DAPATKAH SAYA BERGANTUNG PADA PENGALAMAN SAYA ?


Kebanyakan dari kita puas dengan otoritas karena ia memberi kita kesinambungan, kepastian, suatu rasa terlindung. Tetapi orang yang ingin memahami implikasi dari revolusi psikologis yang mendalam ini haruslah bebas dari otoritas, bukan?
Ia tidak dapat mengharapkan otoritas apa pun, baik yang diciptakannya sendiri maupun yang dipaksakan oleh orang lain. Mungkinkah itu?
Mungkinkah bagi saya untuk tidak bergantung pada otoritas pengalaman saya sendiri?
Bahkan setelah saya membuang semua ungkapan lahiriah dari otoritas—buku, guru, rohaniwan, tempat ibadah, kepercayaan—saya masih merasa bahwa setidak-tidaknya saya dapat bergantung pada penilaian saya sendiri, pada pengalaman saya sendiri, pada analisis saya sendiri.
Tetapi dapatkah saya bergantung pada pengalaman saya, pada penilaian saya, pada analisis saya?
Pengalaman saya adalah hasil dari keterkondisian saya, persis seperti pengalaman Anda adalah hasil dari keterkondisian Anda, bukan?
Saya mungkin dibesarkan sebagai seorang Muslim, atau Buddhis, atau Hindu, dan pengalaman saya ditentukan oleh latar belakang budaya, ekonomis, sosial, dan religius, persis seperti pengalaman Anda juga. Dapatkah saya bergantung pada itu?
Dapatkah saya bergantung untuk mendapatkan tuntunan saya, harapan, penglihatan yang membuat saya yakin dalam penilaian saya sendiri, yang lagi-lagi adalah hasil dari akumulasi ingatan, pengalaman, keterkondisian masa lampau yang berjumpa dengan saat kini? ... Nah, bila saya ajukan semua pertanyaan ini kepada diri saya sendiri, dan saya sadar akan masalah ini, saya melihat bahwa hanya ada satu keadaan yang di situ realitas, kebaruan, dapat muncul, yang menghasilkan suatu revolusi. Keadaan itu adalah bila batin sama sekali kosong dari masa lampau, bila di situ tiada si penganalisis, tiada pengalaman, tiada penilaian, tiada otoritas dalam bentuk apa pun.


~ J. Krishnamurti

Wednesday, January 21, 2015

KEBAHAGIAAN/KENIKMATAN BERKAITAN DENGAN KEINGINAN


Saya telah mencicipi sebuah makanan dan saya menginginkan lebih banyak lagi; itu memberi saya sukacita: ada seks, ada kebahagiaan malam yang indah, kebahagiaan matahari terbenam, cahaya di permukaan air sementara sungai mengalir lewat, keindahan seekor burung melayang di udara, keindahan sebuah wajah, sebuah kalimat yang membangunkan sukacita mendalam, seulas senyum.
Lalu ada keinginan yang berkata, aku ingin mengalami lebih banyak lagi, dan keinginan -entah seksual, psikologis, atau lainnya- yang telah merasakan suatu kebahagiaan ingin mengulanginya.
Pengulangan itu muncul pada saat pikiran muncul. Kemarin malam, di antara awan-awan dan di bawah terpaan angin, tiba-tiba terdapat secercah cahaya matahari bersinar di sawah yang hijau. Cahaya itu luar biasa, penuh, kaya, dan warna hijau begitu hidup. Mata melihatnya; pikiran mencatatnya dan sangat berbahagia dalam keindahan itu, dalam cahaya itu, dalam warna hijau yang tiada taranya.
Saya ingin mengulangi kembali sukacita itu, maka hari ini saya mencari cahaya yang sama lagi, keindahan yang sama, perasaan yang sama - yang adalah pikiran.
Tindakan melihat adalah satu hal; lalu pikiran muncul dan berkata, "Saya ingin merasakannya lebih banyak lagi, saya harus mengulanginya lagi esok."
Pengulangannya adalah awal kebahagiaan. Ketika saya melihat cahaya di sawah itu, tidak ada keinginan, tidak ada kebahagiaan; yang ada hanyalah pengamatan dan sukacita yang besar. Lalu pikiran muncul dan berkata, "Ya Allah, betapa baiknya kalau saya dapat memperolehnya lagi esok."
Itulah yang kita lakukan sepanjang waktu - mungkin itu bersifat seksual, mungkin ketika seseorang menyanjung dan berkata ia teman Anda - pikiran masuk dan ingin mengulanginya. Awal kebahagiaan adalah awal pikiran di dalam konflik. Pikiranlah yang menuntut, yang menciptakan konflik.


[J Krishnamurti - Collected Works, Vol. XVI ,216]

Monday, January 19, 2015

BATIN YANG TUA TERIKAT OLEH OTORITAS


Masalahnya adalah: mungkinkah batin yang begitu terkondisi—terdidik dalam sekte, agama yang tak terhitung banyaknya, dan segala takhyul, ketakutan—melepaskan diri dari dirinya sendiri dan dengan demikian menghasilkan batin yang baru? ... Batin yang tua pada dasarnya adalah batin yang terikat oleh otoritas.
Saya tidak menggunakan istilah ‘otoritas’ dalam arti hukum; yang saya maksud dengan kata itu adalah otoritas sebagai tradisi, otoritas sebagai pengetahuan, otoritas sebagai pengalaman, otoritas sebagai cara untuk memperoleh rasa aman dan tinggal dalam rasa aman itu, secara lahiriah atau batiniah, oleh karena bagaimana pun juga, itulah yang selalu dicari oleh batin—suatu tempat yang di situ ia bisa merasa aman, tak terganggu.
Otoritas seperti itu mungkin otoritas sebuah gagasan yang diterapkan sendiri, atau apa yang disebut gagasan religius tentang Tuhan, yang tidak punya realitas bagi orang yang benar-benar religius. Gagasan bukan fakta, tapi fiksi. Tuhan adalah fiksi; Anda mungkin percaya itu, tapi itu tetap fiksi. Tetapi untuk menemukan Tuhan, Anda harus menghancurkan fiksi itu sepenuhnya, oleh karena batin yang tua adalah batin yang takut, yang ambisius, yang takut mati, takut hidup, dan takut berhubungan; dan batin seperti itu terus-menerus, sadar atau tidak sadar, mencari sesuatu yang abadi, mencari rasa aman.


~ J. Krishnamurti

Bebas Sejak Awal




Jika kita bisa memahami dorongan di balik keinginan kita untuk menguasai atau dikuasai, maka mungkin kita bisa bebas dari efek memasung dari otoritas. Kita ingin merasa pasti, merasa benar, memperoleh sukses, mengetahui; dan keinginan akan kepastian ini, akan keabadian, di dalam diri kita membangun otoritas pengalaman pribadi, sementara di luar membangun otoritas masyarakat, keluarga, agama, dan sebagainya.
Tetapi sekadar mengabaikan otoritas saja, membuang simbol-simbol lahiriahnya saja, sangat sedikit maknanya.
Melepaskan diri dari suatu tradisi dan memeluk tradisi lain, meninggalkan pemimpin ini dan mengikuti pemimpin itu, adalah suatu perilaku yang dangkal. Jika kita ingin menyadari seluruh proses otoritas, jika kita ingin melihat sifatnya yang tertuju ke dalam, jika kita ingin memahami dan mengatasi keinginan akan kepastian, maka kita harus memiliki kesadaran dan pencerahan yang luas; kita harus bebas, bukan pada akhir, melainkan sejak awal.


~ J. Krishnamurti

Sunday, January 11, 2015

APAKAH AGAMA ITU KEPERCAYAAN ?


Agama seperti yang kita ketahui atau akui secara umum, adalah kumpulan kepercayaan, dogma, ritual, takhyul, pemujaan patung, jimat dan guru yang akan menuntun Anda kepada apa yang Anda inginkan sebagai tujuan terakhir. Kebenaran terakhir adalah proyeksi pikiran Anda, ini adalah yang Anda inginkan, yang akan membuat Anda berbahagia, yang akan memberi jaminan akan kehidupan kekal. Demikianlah batin yang terperangkap dalam semua ini menciptakan agama, agama dogma, kependetaan, takhyul dan pemujaan berhala—dan di situ Anda terperangkap, dan batin Anda mandek. Apakah itu bisa disebut agama? Apakah agama itu soal kepercayaan, soal pengetahuan tentang pengalaman dan kata-kata orang lain? Atau apakah agama itu sekadar mengikuti suatu moralitas? Anda tahu, bersikap moralis itu relatif mudah—melakukan ini dan tidak melakukan itu. Karena mudah, Anda dapat meniru suatu sistem moral. Di balik moralitas itu mendekam sang diri, tumbuh, meluas, agresif, mendominasi. Tetapi apakah itu yang disebut agama?
Anda harus menemukan apa itu kebenaran, karena itulah satu-satunya yang penting, bukan apakah Anda kaya atau miskin, bukan apakah Anda berbahagia dengan keluarga dan anak-anak Anda, karena semua itu akan berakhir, selalu berakhir dengan kematian. Maka, tanpa suatu bentuk kepercayaan apa pun, Anda harus menemukan; Anda harus memiliki semangat, percaya-diri, inisiatif, sehingga bagi Anda sendiri Anda tahu apa itu kebenaran, apa itu Tuhan. Kepercayaan tidak akan memberi apa-apa kepada Anda; kepercayaan hanya akan merusak, membelenggu, membuat gelap. Batin hanya bisa bebas melalui semangat, melalui percaya-diri.


J Krishnamurti - The Book of Life, 

Saturday, January 10, 2015

Inilah yang Anda sebut Tuhan



Batin yang telah benar-benar menyelami semua ini, yang telah memasuki jiarah penyelidikan yang tak kenal kembali lagi, yang menyelidiki bukan hanya sekarang ini, jam-jam ini, melainkan dari-hari-ke-hari —batin yang demikian pasti menemukan status penciptaan yang juga adalah segenap eksistensi. Inilah yang Anda sebut Tuhan.

Agar penciptaan itu bisa berlangsung mesti ada kesendirian penuh —kesendirian di dalam mana tidak ada kemelekatan, tidak ada yang menemani; apakah itu kata-kata atau pemikiran-pemikiran ataupun kenangan-kenangan. Ini merupakan penyangkalan total terhadap semua yang telah ditemukan oleh pikiran demi rasa amannya.

Kesendirian penuh —didalam mana tak ada rasa takut— punya keindahan luarbiasanya sendiri. Ini merupakan keadaan kasih karena ini bukanlah kesendirian yang berasal dari reaksi; ini merupakan suatu negasi total yang bukan merupakan lawan dari yang positif.

Dan saya rasa, hanya dalam status penciptaan inilah batin benar-benar relijius. Batin yang demikian tak butuh meditasi: Dia sendirilah Yang Abadi Itu. Batin demikian tak lagi mencari —tidak juga mencari yang memberi kepuasan— tapi tak lagi mencari karena tak ada lagi yang perlu dicari. Ia total, tanpa-batas, tiada terukur, tiada ternamai.



__________________
Diterjemahkan dari cuplikan: Collected Works Vol. XI – 294; kiriman dailyquote@jkrishnamurti.org. Edisi sebelumnya bisa dibuka di:http://groups.yahoo.com/group/BeCeKa/message/19198.

BELAJAR BUKAN PENGALAMAN



Kata ‘belajar’ punya arti penting. Ada dua macam belajar. Bagi kebanyakan dari kita, ‘belajar’ berarti mengumpulkan pengetahuan, pengalaman, teknologi, ketrampilan, bahasa. Juga ada belajar secara psikologis, belajar melalui pengalaman, baik pengalaman hidup langsung, yang meninggalkan suatu sisa tertentu sebagai tradisi, ras, masyarakat. Demikianlah kedua jenis belajar untuk menghadapi kehidupan ini: secara psikologis dan secara fisiologis; ketrampilan lahir dan ketrampilan batin.
Sesungguhnya tidak ada garis pembatas di antara keduanya; keduanya tumpang tindih.
Sekarang kita tidak mempersoalkan ketrampilan yang kita peroleh dengan latihan, pengetahuan teknologis yang kita peroleh dengan studi. Yang kita bicarakan adalah belajar secara psikologis, yang selama berabad-abad kita peroleh atau warisi sebagai tradisi, pengetahuan, pengalaman. Ini kita sebut ‘belajar’, tapi saya mempertanyakan apakah itu benar-benar belajar. Saya tidak bicara tentang belajar suatu ketrampilan, bahasa, teknik, melainkan saya bertanya: apakah batin pernah belajar secara psikologis?
Ia belajar, dan dengan apa yang dipelajarinya ia menghadapi tantangan kehidupan. Ia selalu menerjemahkan kehidupan atau tantangan baru menurut apa yang telah dipelajarinya. Itulah yang kita lakukan. Apakah itu belajar?
Tidakkah ‘belajar’ menyiratkan sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak saya ketahui dan saya belajar?
Jika saya sekadar menambah apa yang sudah saya ketahui, itu bukan lagi belajar.



 J. Krishnamurti

ORANG RELIGIUS


Apakah keadaan batin yang berkata, ”Saya tidak tahu apakah ada Tuhan, apakah ada cinta,” yakni ketika tidak ada respons dari ingatan? Harap jangan menjawab pertanyaan ini dengan seketika kepada diri sendiri, oleh karena jika Anda lakukan itu, jawaban Anda hanyalah sekadar mengenali apa yang Anda pikir begini atau bukan begitu. Jika Anda berkata, ”Itu adalah keadaan negasi,” Anda membandingkannya dengan sesuatu yang telah Anda ketahui; oleh karena itu, keadaan yang di situ Anda berkata, ”Saya tidak tahu,” tidak ada. ...
Maka, batin yang mampu berkata, ”Saya tidak tahu,” ia berada dalam satu-satunya keadaan yang di situ dapat ditemukan apa pun. Tetapi orang yang berkata, ”Saya tahu,” orang yang telah mempelajari berbagai pengalaman manusia yang tak terhitung banyaknya, dan yang batinnya penuh dengan beban informasi, penuh dengan pengetahuan ensiklopedik, dapatkah ia mengalami sesuatu yang tidak tertimbun? Itu akan sangat sukar baginya.
Bila batin mengesampingkan secara total seluruh pengetahuan yang pernah dikumpulkannya, yang baginya tidak ada lagi Buddha-Buddha, Kristus-Kristus, para Master, para guru, agama-agama, kutipan-kutipan; bila batin berada sendiri sepenuhnya; tidak tercemar, yang berarti bahwa gerakan dari apa yang diketahui telah berhenti, hanya di situ ada kemungkinan suatu revolusi yang hebat, suatu perubahan fundamental. ...
Orang religius adalah orang yang tidak merasa dirinya termasuk suatu agama apa pun, bangsa apa pun, ras apa pun, yang di dalam dirinya berada sendirian sepenuhnya; berada dalam keadaan tidak tahu; dan bagi dia muncullah berkah dari yang suci.


J Krishnamurti - The Book of Life,