Sudah Remaja Tapi Penis Tetap Kecil

Posted by Muhammad Irfan on Saturday, September 08, 2012 with No comments



Jangan pernah berpikir kalau gangguan hipogonadisme alias penurunan kadar hormon laki-laki (testosteron) hanya terjadi saat usia dewasa.
Faktanya, gangguan ini bisa saja terjadi saat anak masih dalam kandungan atau janin. Karena bisa menyerang sejak dalam kandungan hingga dewasa, penderita menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda-beda.
Saat masa pertumbuhan dalam kandungan, akan mengganggu perkembangan pembentukan organ seks. Saat prepubertas, kondisi ini akan mengganggu perkembangan tanda-tanda seksual sekunder, seperti bentuk tubuh, perkembangan penis, pembentukan otot, kematangan suara dan pertumbuhan bulu rambut.
Sementara saat dewasa nanti  menyebabkan risiko disfungsi ereksi, massa lemak tubuh kecil, menurunnya libido, massa dan kekuatan otot serta terjadinya osteoporosis.
“Setelah usia dewasa maka akan terjadi kemunduran tanda-tanda seksual laki-laki, seperti rambut yang menipis, otot-otot menjadi lemah, loyo, tulang keropos, ketidaksuburan dan sebagainya, ” papar Dr.dr.Pradana Soewondo,SpPDKEMD, Ketua Pengurus Besar PERKENI.
Hipogonadisme disebabkan konsentrasi hormon testosteron yang rendah atau kerja hormon testosteron yang tidak kuat. Apabila anak sudah berumur 15-17 tahun tapi secara fisik belum terlihat kumis atau rambut halus, penis tidak berkembang, suara kecil, tidak ada jerawat pada wajah atau tidak ada tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan seksual lainnya.
Hipogonadisme dibagi dalam 2 kategori yakni primer dan sekunder. Pada hipogonadisme primer kelainan terletak pada testis sehingga akan dijumpai kadar testosteron yang rendah disertai dengan hormon gonadotropik, suatu hormon stimulatir yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis di otak, yaitu follicle stimulating hormone (FSH) dan luitenezing hormone (LH) yang meningkat.
“Hormon ini akan merangsang testis untuk menghasilkan hormon testosteron. Keadaan ini dikenal dengan sebutan hipergonadotropik-hipogonadism. Ada beberapa penyakit yang menyebabkan hipogonadisme primer, yaitu testis yang tidak turun, infeksi pada testis atau trauma karena kecelakaan, dikebiri serta komplikasi penyakit gondongan,” ujarnya.
Sementara hipogonadisme sekunder kelainan terletak pada otak atau hipofisis, sehingga akan dijumpai kadar hormone testosteron yang rendah dengan hormon gonadotropik yang rendah. Keadaan ini dikenal sebagai hipogonadisme-hipogonadotropik. Ada beberapa penyakit kronis yang didapat, seperti tumor hipofisis, penyakit-penyakit kritis, pasca radiasi.
“Di samping menurunkan libido dan Disfungsi Ereksi (DE), hipogonadisme juga dapat menyebabkan infertilitas akibat gangguan produksi sperma di dalam testis. Defisit hormon testosteron pada masa
pertumbuhan dapat mengganggu perkembangan dan pematangan tanda-tanda seksual sekunder,” katanya.



@http://www.tribunnews.com