ASEAN Perangi Wisata Seksual
Posted by Muhammad Irfan on Tuesday, September 18, 2012 with No comments
Negara-negara di Asia Tenggara bertekad memerangi wisata seksual. Senior
Officer Infrastructure Division ASEAN Secretariat Eddy Krismeidi
mengatakan, pada 2004-2009, sudah dilakukan tindakan agresif melawan
wisata seksual, khususnya yang melibatkan pekerja seks anak-anak.
"Kami kampanye besar-besaran," kata dia di sela "Workshop on ASEAN Connectivity and Tourism Ethics" di Surakarta, Senin, 18 September 2012. Menurut dia, di ASEAN terdapat wisata seksual dengan obyek anak-anak atau pedofilia.
Kampanye besar-besaran itu melibatkan pengelola destinasi wisata dan pemangku wisata di negara tujuan untuk menekan pedofilia. Setelah 2009 hingga sekarang, model perlawanan diubah menjadi tindakan preventif, yakni dengan cara setiap sekolah pariwisata wajib menggunakan kurikulum ASEAN yang khusus membahas pedofilia. “Ada mata kuliah proteksi terhadap seks anak-anak dan bagaimana melindungi anak-anak,” katanya.
Menanggapi persoalan itu, mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika mengatakan, ada hukuman berat bagi pelaku pedofilia. “Ada dua hukuman,” katanya. Pertama, dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku di negara tempat si pelaku melakukan kejahatan. Setelah bebas, pelaku dituntut dan dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku di negara asal.
Soal penyelenggaraan pariwisata, menurut anggota Komite Dunia tentang Kode Etik Kepariwisataan itu, perlu penerapan kode etik kepariwisataan sebagai bagian dari industri dan pengembangan pariwisata.
Penerapan kode etik pariwisata, kata dia, bisa meningkatkan kualitas produk dan pelayanan wisata, meningkatkan daya saing, menjawab tren kebutuhan wisatawan, dan mampu meningkatkan citra bangsa. “Pariwisata tidak hanya bicara ekonomi, tapi juga pengentasan kemiskinan hingga membangun pengertian antarbangsa dalam berbagai perbedaan untuk menciptakan perdamaian dunia,” kata dia.
Sedangkan Eddy Krismeidi mengatakan, secara organisasi, ASEAN belum mengadopsi kode etik pariwisata. “Rekomendasi akan dibawa ke pertemuan tingkat menteri pariwisata, Januari 2013, di Laos,” katanya. Dia menilai, kode etik pariwisata penting. Indonesia sudah mengadopsi kode etik pariwisata ke dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
"Kami kampanye besar-besaran," kata dia di sela "Workshop on ASEAN Connectivity and Tourism Ethics" di Surakarta, Senin, 18 September 2012. Menurut dia, di ASEAN terdapat wisata seksual dengan obyek anak-anak atau pedofilia.
Kampanye besar-besaran itu melibatkan pengelola destinasi wisata dan pemangku wisata di negara tujuan untuk menekan pedofilia. Setelah 2009 hingga sekarang, model perlawanan diubah menjadi tindakan preventif, yakni dengan cara setiap sekolah pariwisata wajib menggunakan kurikulum ASEAN yang khusus membahas pedofilia. “Ada mata kuliah proteksi terhadap seks anak-anak dan bagaimana melindungi anak-anak,” katanya.
Menanggapi persoalan itu, mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika mengatakan, ada hukuman berat bagi pelaku pedofilia. “Ada dua hukuman,” katanya. Pertama, dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku di negara tempat si pelaku melakukan kejahatan. Setelah bebas, pelaku dituntut dan dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku di negara asal.
Soal penyelenggaraan pariwisata, menurut anggota Komite Dunia tentang Kode Etik Kepariwisataan itu, perlu penerapan kode etik kepariwisataan sebagai bagian dari industri dan pengembangan pariwisata.
Penerapan kode etik pariwisata, kata dia, bisa meningkatkan kualitas produk dan pelayanan wisata, meningkatkan daya saing, menjawab tren kebutuhan wisatawan, dan mampu meningkatkan citra bangsa. “Pariwisata tidak hanya bicara ekonomi, tapi juga pengentasan kemiskinan hingga membangun pengertian antarbangsa dalam berbagai perbedaan untuk menciptakan perdamaian dunia,” kata dia.
Sedangkan Eddy Krismeidi mengatakan, secara organisasi, ASEAN belum mengadopsi kode etik pariwisata. “Rekomendasi akan dibawa ke pertemuan tingkat menteri pariwisata, Januari 2013, di Laos,” katanya. Dia menilai, kode etik pariwisata penting. Indonesia sudah mengadopsi kode etik pariwisata ke dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
@http://www.tempo.com/
Categories: INTERNASIONAL
0 comments:
Post a Comment