Di Malaysia, Habibie Dianggap Pengkhianat Bangsa
Posted by Muhammad Irfan on Tuesday, December 11, 2012 with No comments
Mantan Menteri Penerangan Malaysia, Zainudin Maidin,
memberikan gambaran negatif soal Presiden Indonesia ketiga, B.J.
Habibie. Dalam tajuk rencana koran Utusan Malaysia edisi Senin, 10
Desember 2012, Zainuddin menggambarkan Habibie sebagai sosok egois,
memualkan, serta pengkhianat bangsa.
Memulai tulisannya, Menteri Penerangan di era Abdullah Badawi ini
mengulas kedatangan B.J. Habibie ke Malaysia beberapa hari lalu.
"Presiden Indonesia ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie, yang mencatatkan
sejarah sebagai Presiden Indonesia paling tersingkat, tersingkir kerana
mengkhianati negaranya, telah menjadi tamu kehormatan Ketua Umum Partai
Keadilan Rakyat (PKR) Anwar Ibrahim baru-baru ini," tulis Zainudin di
halaman 6 Utusan Malaysia.
Tulisan selanjutnya, Zainudin lebih banyak menceritakan beberapa sisi
negatif Habibie selama menjadi Presiden Indonesia, mulai peran Habibie
yang menyebabkan Timor-Timur terlepas dari NKRI hingga perpecahan
politik yang menyebabkan tumbuhnya 48 partai politik di Indonesia.
"Beliau mengakhiri jabatannya dalam kehinaan setelah menjadi presiden
sejak 20 Oktober 1999," begitu Zainudin Maidin memberi penilaian.
Hal yang paling memualkan dari Habibie, menurut Zainudin, adalah
sifat egoisnya. Ia menceritakan bagaimana dirinya, pejabat tinggi
Malaysia, dan Perdana Menteri Mahathir Muhammad kala itu harus menunggu
sekitar dua jam karena Habibie terlambat datang untuk memberikan ceramah
di salah satu perguruan tinggi di Malaysia. Dan setelah tiba, ternyata
Habibie hanya menyampaikan pidato yang bertele-tele. "Ucapannya yang
penuh dengan keegoan begitu panjang sehingga ke peringkat memualkan
hadirin," tulis Zainudin.
Atas undangan Universiti Selangor (Unisel), B.J. Habibie memberikan
ceramah di hadapan para mahasiswa cendekiawan dan tokoh politik pada
Kamis lalu, 6 Desember 2012. Dalam ceramah berjudul "Habibie dan
Transisi Indonesia ke Demokrasi", mantan Ketua ICMI ini menceritakan
pengalaman Indonesia dalam menjaga keragaman. Menurut Habibie,
pluralisme kepercayaan, suku, adat, dan keragaman lainnya merupakan
kekuatan dan bukan menjadi ancaman bangsa.
Habibie mencontohkan, walaupun penduduk Indonesia sebagian besar suku
Jawa, bahasa nasional yang digunakan berasal dari bahasa Melayu.
Beberapa pihak menyatakan bahwa bahasa Melayu menjadi lingua franca
karena posisinya sebagai bahasa perdagangan. Namun, menurut Habibie,
bahasa Melayu juga digunakan karena kebudayaan Melayu telah ada sejak
lama.
Bisa jadi kegeraman Zainudin dipicu kekhawatiran kalau Habibie--yang
di Indonesia dikenang sebagai salah satu tokoh penting dalam transisi
demokrasi--membawa virus reformasi ke Malaysia.
@http://id.berita.yahoo.com/
Categories: INDONESIA
0 comments:
Post a Comment