Absurditas Pluralisme Agama
Posted by Muhammad Irfan on Thursday, December 20, 2012 with No comments
Pluralisme
agama merupakan tren baru dalam khazanah pemikiran filsafat dan politik
kontemporer. Layaknya ide-ide yang ada, pluralisme menawarkan banyak
harapan yang secara umum bertujuan agar tercipta dunia yang lebih
beradab. Konflik – konflik yang terjadi dewasa ini diakibatkan oleh
tidak adanya toleransi diantara pemeluk agama-agama. Hilangnya toleransi
berakar dari eksklusivitas dogma agama-agama tradisional. Dalam hal
ini, pluralisme hadir menawarkan alternatif solusi yang dianggap mampu
menyelesaikan persolan ini.
Agama dalam pandangan konvensional memiliki doktrin-doktrin yang
masing-masing berbeda. Agama memiliki seperangkat aturan spiritual,
etika, norma, konsep teologis, bahkan wilayah ideologi yang beragam.
Masing-masing bersifat eksklusif dan fanatik.
Agama dalam pandangan pluralis berbeda dalam tataran eksoteris (luaran)
tetapi bertemu pada tataran esoteris (substansi). Perangkat spiritual ,
doktrin teologis, etika, hukum-hukum yang ada dalam suatu agama
diinstitusionalisasikan dalam ruang sejarah tertentu. Sehingga itu
merupakan persepsi individu para nabi setiap agama terhadap hakikat
Tuhan dan segenap aspek teologis. Sejarah yang ditempati manusia
menyebabkan agama dipersepsikan secara subjektif sehingga muncullah
agama dalam bentuk yang beragam. Kebenaran agama pada level luaran ini
bersifat relatif. Pada tataran ini agama-agama berbeda, ini dikenal
dengan aspek eksoteris.
Tuhan
sebagai esensi adalah tuhan yang dipersefsikan pada level esoteris, dan
ini, dalam pandangan Frithjof Schuon melintasi batas-batas agama.
Manusia pada level ini akan menemukan jati diri yang sesungguhnya. Sebab
pandangan esoterisme mengenyampingkan ego manusia yang kemudian
menggantikannya dengan ego yang diwarnai dengan nilai-nilai ketuhanan.
Meskipun agama–agama tersebut berbeda pada level eksoteris namun menuju
satu titik yaitu hakikat tuhan yang sesungguhnya. Pada level inilah
manusia sama.
Gagasan ini tidak sesuai dengan realitas agama-agama yang ada. Karena
agama-agama ini memiliki doktrin yang berbeda. Dan aspek esoteris
sebenarnya tidak lepas dari aspek eksoteris.
Menurut
Islam manusia bisa menuju hakikat kebenaran apabila menjalankan segenap
aturan yang ada pada level eksoteris. Manusia tidak akan pernah bisa
sampai kepada tuhan jika cara yang dilakukan hanyalah spekulasi
spiritual semata.
Serangan Pluralisme Terhadap Truth Claim (klaim kebenaran)
Truth claim
pada masing-masing agama dianggap sebagai penyebab lahirnya sikap
intoleransi. Sikap intoleransi ini berlanjut menjadi konfik yang sangat
mengerikan yang pernah ada. Benarkah demikian duduk perkaranya ?.
Sesungguhnya truth claim
yang ada pada agama-agama tidaklah otomatis menyebabkan konflik
sebagaimana yang dipersepsikan oleh para pluralis. Klaim kebenaran lebih
merupakan hak setiap individu manusia. Itu semua merupakan sesuatu yang
wajar. Seseorang dengan informasi yang diserap dari berbagai realita
yang mengelilinginya memungkinkan lahirnya perbedaan persepsi terhadap
segenap wujud. Perbedaan inilah yang melahirkan keyakinan yang berbeda.
Keragaman agama, ideologi, dan berbagai khazanah pemikiran menunjukkan
hal itu. Ini realitas yang tidak bisa kita nafikan.
Keimanan
seseorang terhadap agamanya tidaklah otomatis memaksa seseorang untuk
memaksakan keyakinannya terhadap pihak lain. Keyakinan ini bersifat
personal- individual, masing-masing agama mengajarkan toleransi terhadap
pemeluk agama lainnya dalam ruang lingkup agama. Agama-agama yang ada
kecuali Islam, tidaklah memiliki karakter ideologis. Yang ada hanyalah
sekumpulan konsepsi teologis ditambah seperangkat prosesi ritual serta
etika sosial yang masih bersifat umum.agama-agama diluar Islam tidak
memiliki konsep sistemik pilar dalam mengkonstruk tatanan masyarakat.
Tidak dikenal adanya sistem ekonomi Nasrani, hukum positif Budha atau
sistem politik dan pemerintahan Yahudi, dimana Islam memiliki khazanah
dalam aspek-aspek tersebut. Ini semua menuntut agama-agama selain Islam
mengambil ideologi tertentu untuk mengatur tatanan kehidupan, Baik itu
Sosialisme-komunisme, Kapitalisme, atau Islam. Islam termasuk dalam
salah satu deretan ideologi dunia. Islam memiliki konsep spiritual
sekaligus politik, Islam berbicara agama dan juga negara, Islam mengatur
persoalan personal maupun tatanan komunal. Intinya Islam bukan hanya
agama tetapi juga mencakup ideologi. Kesimpulannya, agama-agama dengan
karakter hanya sebagai agama bisa hidup dalam medium Kapitalisme,
Sosialisme dan Islam.
Ada
sebagian kalangan yang mempermasalahkan karakter misi yang dimiliki
oleh sebagian agama. Karakter misi yang dimiliki oleh sebagian agama
menjadi ajang untuk mempromosikan konsepsi agamanya kepada pihak
lainnya. Tidak ada pemaksaan dalam menjalankan aktivitas dakwah ini,
jika terjadi pemaksaan, itu merupakan penyimpangan dari ajaran agama itu
sendiri. Disini untuk keskian kalinya argumen pluralisme terbantahkan
Pluralisme Menciptakan Teror Bagi Agama
Konfilik-konflik
yang melanda dunia dewasa ini diakibatkan oleh perbedaan doktrin
teologis dari masing-masing agama yang sebenarnya berhakikat sama.
Sensitifitas manusia terhadap isu-isu agama menjadi tumpul karena
doktrin apapun yang bersifat ekslusif dari masing-masing agama
diruntuhkan, truth claim yang identik dengan keberadaan agama
diserang dengan senjata rasional murni. Itu semua ditujukan agar agama
tidak lagi dibalut oleh sikap fanatisme, egoisme dan bentuk-bentuk
intoleransi lainya . Pluralisme datang membawa harapan akan
tertuntaskannya konnflik-konflik atas nama agama yang banyak menimpa
dunia dewasa ini maupun yang telah berlalu dalam sejarah. Pertanyaannya:
benarkah pluralisme mampu menyelesaikan persoalan tersebut atau malah
justru membawa masalah baru ?
Alih-alih
menjadi solusi terhadap konflik yang terjadi, pluralisme ternyata
masalah menambah persoalan baru. Konstruk teologi yang digagas oleh
kalangan pluralis berujung pada penginstitusionalisasian agama baru.
Pada saat inilah penganut paham ini mengumandangkan truth claim
baru dalam format relativisme kebenaran dan spekulasi spiritual. Dua
pilar ini berujung pada kesimpulan bahwa agama-agama berada pada posisi
setara, selanjutnya dengan langkah radikal paham ini menuju pada
persepsi bahwa semua agama itu sama, semuanya benar sehingga tidak perlu
ada polemik seputar kebenaran.
Pluralisme
ternyata menjadi teror baru bagi agama-agama tradisional. Ini terjadi
setelah paham ini melontarkan serangan terhadap kemapanan teologi
agama-agama tradisional. Serangan ini penuh dengan stigma,
pendiskreditan dan berbagai bentuk prasangka yang berlebihan. Nah pada
titik ini seorang pluralis membuka front pertentangan dengan penganut
agama tradisional baik pada tataran filosofis maupun pada tataran aksi
(politis). Kasus tuntutan pembubaran FPI, HTI dan MMI yang diusung
kalangan pluralis beberapa waktu yang lalu, jelas, menunjukkan hal itu.
Kalangan pluralis bersatu membentuk aliansi Garda Bangsa untuk
menghadang kekuatan ormas-ormas Islam. Terbentuknya sikap fanatisme pada
kalangan pluralis yang kemudian melahirkan teror terhadap ormas-ormas
islam membuktikan gagalnya doktin pluralisme agama dalam mencapai visi
perjuangan nya.
Truth Claim Tidak Memiliki Hubungan Dengan Konflik
Konflik-konflik yang terjadi bukanlah disebabkan truth claim yang ada pada masing-masing agama, akan tetapi konflik yang terjadi sesungguhnya lebih disebabkan oleh pertentangan ideologi, nah
disinilah agama dijadikan tameng. Kasus konflik antara Barat dengan
dunia Islam bukanlah pertarungan antara Kristen dengan Islam akan tetapi
antara ideologi Kapitalisme dengan pengemban ideologi Islam atau
penjajahan imperium Kapitalisme global terhadap umat manusia. Realita
yang terjadi adalah bahwa pengemban ideologi Kapitalisme mengasosiasikan
dirinya ke dalam salah satu agama, sehingga mereka berlindung dibalik
tabir agama Kristen. Di sinilah para kapitalis menjalankan misi
eksploitatif penjajahannya. Inilah yang mengacaukan pemahaman. Kristen
dipolitisasi, karena memang ajaran agama merupakan isu sensitif untuk
membangkitkan pertentangan, ketegangan, bahkan konflik. Maka yang
bertanggung jawab bukan agama tetapi ideologi. Perlu diingat individu
diluar islam mengalami split personality disatu sisi agama
menuntut menyebar cinta kasih disi lain kapitalisme dengan watak
eksploitatif membimbing ekspresi diri begitu juga dengan sosialisme.
Hanya islam yang mampu menegakkan spremasi keadilan universal.
Kritik Islam Terhadap Pluralisme
Persepsi
ini tidak akan pernah diterima oleh agama-agama tradisional khususnya
Islam. Islam sejak awal telah mengkritik agama-agama sebelumnya dari
kalangan ahlu al kitab. Islam memandang bahwa agama –agama tersebut
tidak lagi autentik, pesan tuhan telah tercampur dengan berbagai corak
kreasi akal manusia melalui tangan musuh tuhan sekaligus musuh
kebenaran. Pergeseran itu terlajadi dalam perjalanan sejarah. Hal ini
diungkapkan didalam banyak ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW.
Argumen
diatas diperkuat oleh kenyataan sejarah yang menunjukkan hal yang sama.
Banyak kritikan yang dilontarkan oleh teolog Kristen dan Yahudi sendiri
terhadap doktrin teologi agama mereka. Banyak diantara mereka yang
sampai pada kesimpulan bahwa agama nya terinstitusionalisasikan menuju
pematangn teologi didalam roda sejarah. Berbagai kritikan itu mendorong
seorang teolog Kristen untuk menamakan bukunya dengan judul Who Wrote the Bible ?.
Ini semua menggambarkan adanya problem teologis yang sangat serius.
Petaka sejarah ini juga menimpa banyak agama disamping kenyataan bahwa
agama-agama tersebut hanyalah kreasi akal dan spekulasi teologis pembawa
ajarannya semata.
Pluralisme Sebagai Agama Baru
Pluralisme
agama mencari justifikasinya didalam ajaran agama-agama tradisional
dengan persepsi bahwa agama-agama berbeda berbeda dalam bentuk luaran
namun menuju pada titik yang sama pada level esoteris. Akan tetapi paham
pluralisme agama senyatanya meruntuhkan bangunan konsepsi agama agama
tradisi sambil mengkonstruk bangunan teologi baru yang dianggap lebih
adil dan rasional.
Pertarungan Ideologi
Ideologi
berwatak ekslusif dan konfrontatif. Ideologi tidak dapat diterapkan
secara bersamaan dalam suatu wilayah. Kapitalisme tidak bisa menerima
kehadiran Islam, begitu juga sebaliknya. Sekedar untuk menggunakan
jilbab saja sudah dilarang, apalagi menerapkan hudûd (sistem
persangsian dalam Islam). Pelarangan penggunaan simbol-simbol agama di
beberapa negara Eropa dilakuakan untuk menjamin berlangsungnya
sekulerisasi. Tuduhan teroris yang dilekatkan kepada gerkan-gerakan
Islam, kudeta militer yang didukung dunia Barat terhadap FIS Aljazair,
sangsi ekonomi terhadap HAMAS, pelarangan aktivitas gerakan-gerkan Islam
oleh rezim negara-negara Arab, dukungan politik terhadap Israel dan
sederet persoalan lainnya menunjukkan pertarungan idiologi secara nyata.
@http://pembelajar2010.blogspot.com
Categories: RELIGION
0 comments:
Post a Comment