Malaysia Maju Dikarenakan Parapendatang yang Datang Ke Malaysia

Posted by Muhammad Irfan on Thursday, June 21, 2012 with No comments



Negeri Jiran Malaysia kerap mengklaim budaya dan pulau-pulau di wilayah Indonesia. Tak segan, seorang warga Malaysia menginterpretasikan sejarah untuk mendukung pembenaran klaim tersebut.

Menurut Sekjen Masyarakat Sejarawan Indonesia, Mardaliah Alfian, klaim warga Malaysia tentang wilayah Riau dan sebagian Sumatera diragukan kebenarannya. "Malaysia itu tak punya penduduk asli, penduduk mereka kebanyakan berasal dari Sumatera, bagaimana bisa mereka mengklaim memiliki sumatera?," ujar Mardaliah saat dihubungi okezone, Jumat (28/1/2011).

Ditambahkannya, dalam sejarah, orang-orang Indonesia yang berasal dari sumatera bermigrasi ke Malaysia. "Johor dan Negeri Sembilan kebanyakan adalah orang Indonesia mereka imigran yang kemudian menetap di sana," kata Mardaliah.

Seorang warga Malaysia Mohd Am menuliskan Sejarah Johor modern bermula di awal abad ke-16 setelah pembukaan sebuah negeri baru oleh Sultan Johor, anak Sultan Mahmud Shah. Di zaman kegemilangan Johor, negeri ini pernah menjadi sebuah empayar (kerajaan) besar yang mana kekuasaannya mewarisi sebahagian jajahan takluk Melaka. wilayah Johor sampai ke Terengganu di semenanjung, kepulauan Riau-Lingga dan sebahagian pantai timur Sumatera.

"Itu hanyalah interpretasi mereka, bisa saja Indonesia mengklaim Malaysia milik Indonesia, tak perlu ditanggapi," kata Mardaliah.

@ http://news.okezone.com/

 

Demografi

Penduduk Malaysia terdiri dari berbagai kelompok suku, dengan Suku Melayu sejumlah 50,4% menjadi ras terbesar dan bumiputra/suku asli (aborigin) di Sabah dan Sarawak sejumlah 11% keseluruhan penduduk. Menurut definisi konstitusi Malaysia, orang Melayu adalah Muslim, menggunakan Bahasa Melayu, yang menjalankan adat dan budaya Melayu. Oleh karena itu, secara teknis, seorang Muslim dari ras manapun yang menjalankan kebiasaan dan budaya Melayu dapat dipandang sebagai Melayu dan memiliki hak yang sama ketika berhadapan dengan hak-hak istimewa Melayu seperti yang dinyatakan di dalam konstitusi. Melebihi separo bagian dari keseluruhan penduduk, bumiputra non-melayu menjadi kelompok dominan di negara bagian Sarawak (30%-nya adalah Iban), dan mendekati 60% penduduk Sabah (18%-nya adalah Kadazan-Dusun, dan 17%nya adalah Bajaus). Bumiputra non-Melayu itu terbagi atas puluhan kumpulan ras tetapi memiliki budaya umum yang sama. Hingga abad ke-20, kebanyakan dari mereka mengamalkan kepercayaan tradisional tetapi kini telah banyak yang sudah memeluk Kristen atau Islam. Masuknya ras lain sedikit banyak mengurangi persentase penduduk pribumi di kedua negara bagian itu. Juga terdapat kelompok aborigin dengan jumlah sedikit di Semenanjung, mereka biasa disebut Orang Asli.
23,7% penduduk adalah Tionghoa-Malaysia, sedangkan India-Malaysia sebanyak 7,1% penduduk. Sebagian besar komunitas India adalah Tamil (85%), tetapi berbagai kelompok lainnya juga ada, termasuk Malayalam, Punjab, dan Gujarat. Sebagian lagi penduduk Malaysia berdarah campuran Timur Tengah, Thailand, dan Indonesia. Keturunan Eropa dan Eurasia termasuk Britania yang menetap di Malaysia sejak zaman kolonial, dan komunitas Kristang yang kuat di Melaka. Sejumlah kecil orang Khmer dan Vietnam menetap di Malaysia sebagai pengungsi Perang Vietnam.
Sebaran penduduk sangat tidak merata, dengan lebih dari 17 juta penduduk menetap di Malaysia Barat, sedangkan tidak lebih dari 7 juta menetap di Malaysia Timur. Karena tumbuhnya industri padat tenaga kerja, Malaysia memiliki 10% sampai 20% pekerja imigran dengan besarnya ketidakpastian jumlah pekerja ilegal, terutama asal Indonesia. Terdapat sejuta pekerja imigran yang legal dan mungkin orang asing ilegal lainnya. Negara bagian Sabah sendiri memiliki hampir 25% dari 2,7 juta penduduknya terdaftar sebagai pekerja imigran ilegal menurut sensus terakhir. Tetapi, gambaran 25% ini diduga kurang dari setengah gambaran yang diperkirakan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
Sebagai tambahan, menurut World Refugee Survey 2008, yang diterbitkan oleh Komisi Pengungsi dan Imigran Amerika Serikat, Malaysia menampung pengungsi dan pencari suaka mendekati angka 155.700. Dari jumlah ini, hampir 70.500 pengungsi dan pencari suaka berasal dari Filipina, 69.700 dari Myanmar, dan 21.800 dari Indonesia. Komisi Pengungsi dan Imigran Amerika Serikat menamai Malaysia sebagai salah satu dari sepuluh tempat terburuk bagi pengungsi karena adanya praktik diskriminasi negara kepada pengungsi. Petugas Malaysia dilaporkan memulangkan pendatang secara langsung kepada penyelundup manusia pada 2007, dan Malaysia menugaskan RELA, milisi sukarelawan, untuk menegakkan undang-undang imigrasi negara itu.

Agama



Masjid Ubudiah adalah masjid bersejarah yang terkenal di Kuala Kangsar.


Malaysia adalah masyarakat multi-agama dan Islam adalah agama resminya. Menurut gambaran Sensus Penduduk dan Perumahan 2000, hampir 60,4 persen penduduk memeluk agama Islam; 19,2 persen Buddha; 9,1 persen Kristen; 6,3 persen Hindu; dan 2,6 persen Agama Tionghoa tradisional. Sisanya dianggap memeluk agama lain, misalnya Animisme, Agama rakyat, Sikh, dan keyakinan lain; sedangkan 1,1% dilaporkan tidak beragama atau tidak memberikan informasi.
Semua orang Melayu dipandang Muslim (100%) seperti yang didefinisi pada Pasal 160 Konstitusi Malaysia. Statistik tambahan dari Sensus 2000 yang menunjukkan bahwa Tionghoa-Malaysia sebagian besar memeluk agama Buddha (75,9%), dengan sejumlah signifikan mengikuti ajaran Tao (10,6%) dan Kristen (9,6%). Sebagian besar orang India-Malaysia mengikuti Hindu (84,5%), dengan sejumlah kecil mengikuti Kristen (7,7%) dan Muslim (3,8%). Kristen adalah agama dominan bagi komunitas non-Melayu bumiputra (50,1%) dengan tambahan 36,3% diketahui sebagai Muslim dan 7,3% digolongkan secara resmi sebagai pengikut agama rakyat.
Konstitusi Malaysia secara teoretik menjamin kebebasan beragama. Tambahan lagi, semua non-Muslim yang menikahi Muslim harus meninggalkan agama mereka dan beralih kepada Islam. Sementara, kaum non-Muslim mengalami berbagai batasan di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan mereka, seperti pembangunan sarana ibadah dan perayaan upacara keagamaan di beberapa negara bagian. Muslim dituntut mengikuti keputusan-keputusan Mahkamah Syariah ketika mereka berkenaan dengan agama mereka. Jurisdiksi Mahkamah Syariah dibatasi hanya bagi Muslim menyangkut Keyakinan dan Kewajiban sebagai Muslim, termasuk di antaranya pernikahan, warisan, kemurtadan, dan hubungan internal sesama umat. Tidak ada pelanggaran perdata atau pidana berada di bawah jurisdiksi Mahkamah Syariah, yang memiliki hierarki yang sama dengan Pengadilan Sipil Malaysia. Meskipun menjadi pengadilan tertinggi di negara itu, Pengadilan-Pengadilan Sipil (termasuk Pengadilan Persekutuan, pengadilan tertinggi di Malaysia) pada prinsipnya tidak dapat memberikan putusan lebih tinggi daripada yang dibuat oleh Mahkamah Syariah; dan biasanya mereka segan untuk memimpin kasus-kasus yang melibatkan Islam di dalam wilayah atau pertanyaan atau tantangan terhadap autoritas Mahkamah Syariah. Hal ini menyebabkan masalah-masalah yang cukup mengemuka, khususnya yang melibatkan kasus-kasus perdata di antara Muslim dan non-Muslim, di mana pengadilan sipil telah memerintahkan non-Muslim untuk mencari pertolongan dari Mahkamah Syariah.
Awal tahun 2010 dalam putusan Pengadilan Tinggi yang memutuskan mengizinkan surat kabar Katolik the Herald untuk menggunakan kata Allah untuk Tuhan telah memicu dibakarnya lebih dari 4 bangunan gereja dan beberapa lainnya dirusak massa di Kuala Lumpur ibu kota Malaysia.


Bumiputra di Semenanjung Malaysia (Melayu)
Bumiputra di Semenanjung Malaysia (Orang Asli)
Bumiputra di Semenanjung Malaysia (lain-lain)
Bumiputra di Sabah
Bumiputra di Sarawak
Tionghoa Malaysia
India Malaysia

Diskriminasi Etnis India di Malaysia

Malaysia adalah sebuah negara federasi yang terdiri dari tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan di Asia Tenggara. Pada mulanya, penduduk asli Malaysia adalah etnis Melayu. Namun, pada masa penjajahan Inggris di Malaysia antara tahun 1910-1918, Inggris membawa pekerja dari etnis Tamil di India Selatan untuk menjadi pekerja pada perkebunan karet dan pertambangan timah di Malaysia. Kemudian, di tahun 1919 sampai 1929 terjadi imigrasi etnis Cina ke Malaysia. Etnis Cina ini kemudian menetap di daerah perkotaan Kuala Lumpur dan banyak yang menjadi pedagang. Sejak saat itu, etnis Cina di Malaysia menguasai perdagangan di Malaysia sekaligus menguasai sebagian besar kekayaan negara.[1] Sedangkan etnis Melayu sebagai penduduk asli Malaysia tetap miskin. Hal ini yang menjadi pemicu terjadinya konflik etnis di Malaysia pada 13 Mei 1969 antara etnis Cina dan etnis Melayu.[2] Konflik etnis tersebut merupakan refleksi dari ketimpangan kekayaan antara etnis Cina dan etnis Melayu. Etnis Melayu yang merasa sebagai penduduk asli tidak terima akan adanya dominasi ekonomi etnis Cina di Malaysia sampai akhirnya terjadilah insiden 13 Mei 1969.
Akibat dari konflik etnis tersebut, pemerintah Malaysia kemudian membuat sebuah kebijakan ekonomi yang sangat kontroversial. Kebijakan ekonomi tersebut dikenal dengan istilah NEP (New Economic Policy). NEP adalah kebijakan yang digunakan oleh pemerintah Malaysia untuk menyeimbangkan pendapatan serta menaikkan kesejahteraan ekonomi bumiputera atau etnis Melayu dibandingkan dengan etnis lainnya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri Abdul Razak saat itu membuat sistem perekonomian Malaysia berubah total. Malaysia sejak saat itu memadukan pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan ekonomi dan politik yang menyokong keikutsertaan yang pantas dari semua ras. Namun, pada kenyataannya keikutsertaan yang pantas itu hanya sebuah pembohongan. Karena keikutsertaan yang pantas bagi semua ras seperti yang dijanjikan dalam kebijakan NEP tersebut tidak pernah terjadi. Sebaliknya, yang ada hanyalah kebijakan (diskriminatif) yang mengutamakan etnis Melayu daripada etnis lainnya. Etnis non Melayu semakin ditekan dan dibatasi ruang geraknya terutama dalam bidang ekonomi dengan adanya kebijakan NEP tersebut.
Pemerintah Malaysia selalu mengatakan bahwa NEP bukan suatu bentuk diskriminasi ekonomi terhadap etnis non Melayu di Malaysia. Namun, pada kenyataannya NEP hanya menguntungkan satu kelompok etnis saja yaitu etnis Melayu. NEP memang berhasil memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada perbaikan ekonomi Malaysia terutama dalam meningkatkan kesejahteraan etnis Melayu. Saat ini, tujuan NEP untuk menyeimbangkan kemampuan ekonomi etnis Melayu dengan etnis non Melayu dapat dikatakan berhasil. Namun, pemerintah Malaysia tetap memelihara kebijakan diskriminasi yang menguntungkan etnis Melayu tersebut sampai detik ini. Hal ini kemudian memicu adanya kecemburuan dari etnis non Melayu yang berakibat pada munculnya berbagai aksi protes dan demonstrasi dari etnis non Melayu.
Diskriminasi ekonomi yang terdapat dalam NEP memang dirasakan oleh kedua etnis minoritas yaitu etnis Cina dan etnis India. Namun, secara umum etnis Cina tidak terlalu mempermasalahkan adanya NEP walaupun mereka tetap terdiskriminasi. Sebab kemampuan dan kesejahteraan etnis Cina masih cukup tinggi berbeda dengan etnis India yang sejak awal tidak pernah menguasai atau bahkan mendominasi perekonomian di Malaysia.
Kesejerahteraan etnis India di Malaysia sangat rendah bila dibandingkan dengan etnis Melayu dan etnis Cina. Sebab sejak dulu etnis India hanya diperbolehkan menempati posisi pada kelas bawah. Sejak diberlakukannya NEP etnis India di Malaysia semakin miskin dan menderita karena standar kehidupan mereka sangat rendah. Oleh sebab itu, sampai saat ini kelompok etnis India terlihat lebih banyak melakukan protes atau demonstrasi kepada pemerintah Malaysia untuk menuntut hak-hak mereka. Seperti demonstrasi etnis India pada 25 November 2007 yang diikuti oleh 8.000 etnis India di ibukota Malaysia untuk memprotes kebijakan diskriminasi yang mengutamakan etnis Melayu. Etnis India dalam demontrasi tersebut menuntut penghapusan kebijakan diskriminatif (NEP) tersebut.[3]
Pemerintah Malaysia justru merespon demontrasi tersebut dengan tindakan yang berlebihan terhadap para demonstran yang menggelar demontrasinya secara damai tersebut. Respon dari militer Malaysia atas perintah dari pemerintah Malaysia adalah menembakkan gas air mata kepada para demontran, bahkan para demonstran tersebut banyak yang diseret dan dipukuli oleh militer Malaysia sehingga demontrasi tersebut justru berakhir ricuh.[4] Selain itu ribuan demonstran ditahan dalam demonstrasi tersebut secara paksa tanpa melalui prosedur hukum.[5]
Aksi politik melalui demontrasi terus dilakukan oleh etnis India sebagaibentuk tuntutan atas ketidakadilan yang ada serta diskriminasi yang sangat tajam bagi etnis non Melayu terutama etnis India. Seperti demontrasi yang terjadi pada tanggal 16 Oktober 2008. Hindu Rights Action Force merupakan LSM yang dipimpin oleh Hindraf yang menuntut ganti rugi kepada Kerajaan Inggris karena telah membawa rakyat India untuk dijadikan buruh kontrak dan mengeksploitasi mereka selama 150 tahun. Kerajaan Inggris juga dituduh telah gagal melindungi hak etnis India dalam perlembagaan (konstitusi) ketika memberikan kemerdekaan kepada Malaysia. LSM tersebut juga menuntut adanya kesetaraan hak-hak dan perbaikan taraf hidup etnis India di Malaysia. Namun, respon yang diberikan oleh pemerintah Malaysia jauh dari harapan para demontran. Pemerintah Malaysia justru melakukan penangkapan terhadap Hindraf pemimpin demonstrasi etnis India. Hindraf ditahan karena pemerintah mengecap kumpulan demonstrasi itu tidak berdaftar dan dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional Malaysia. Hindraf juga dituduh berusaha mendapatkan bantuan dan dukungan dari kelompok teroris. Padahal pemerintah tidak memiliki bukti akan hal tersebut. Dan sampai saat ini tuduhan yang ditujukan oleh pemerintah Malaysia terhadap Hindraf tidak pernah terbukti. Dalam hal ini, sangat jelas telah terjadi penyimpangan hukum yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia.
Keluhan-keluhan akan adanya ketidaksamaan dalam perlakuan terhadap etnis India oleh pemerintah Malaysia terus berlanjut sampai sekarang. Penulis meyakini bahwa aksi protes atau demonstrasi etnis India akan terus berlanjut selama kebijakan dan perlakuan diskriminatif pemerintah Malaysia tetap dijalankan. Selain itu, aksi protes atau demontrasi yang dilakukan oleh etnis India di Malaysia merupakan suatu bentuk aksi politik yang ditempuh untuk menuntut hak mereka untuk memperoleh keadilan agar bisa memperbaiki kualitas hidup mereka menjadi lebih baik.
Fokus analisa penulis dalam essay ini adalah diskriminasi etnis India di Malaysia. Meskipun sebenarnya etnis Cina juga mengalami diskriminasi, namun tendensi diskriminasi etnis Cina tidak sebesar diskriminasi yang dialami etnis India. Oleh sebab itu, penulis lebih memfokuskan analisa pembahasannya pada diskriminasi etnis India di Malaysia. Penulis menggunakan indikator-indikator diskriminasi yang dikemukakan oleh Robert Ted Gurr untuk menganalisa seberapa besar diskriminasi yang dialami oleh etnis India di Malaysia. Penulis mengelompokkan 3 bidang diskriminasi sesuai dengan indikator-indikator diskriminasi yang dikemukakan oleh Robert Ted Gurr dalam bukunya Ethnic Conflict in World Politics.
Diskriminasi Politik
Robert Ted Gurr (1994) mengemukakan bahwa indikator-indikator diskriminasi politik yaitu sebagai berikut:
1. Diskriminasi yang berhubungan dengan akses untuk mendapatkan kekuasaan atau jabatan politik baik dalam skala nasional maupun regional.
Diskriminasi dalam memperoleh kekuasaan di Malaysia sudah berlangsung sejak Malaysia merdeka 30 agustus 1957. Dari awal kemerdekaan Malaysia sampai saat ini Perdana Menteri Malaysia selalu berasal dari etnis Melayu sebagai etnis mayoritas. Etnis non Melayu tidak boleh atau tidak akan memperoleh kesempatan untuk menjadi Perdana Menteri Malaysia sebab Perdana Menteri Malaysia harus berasal dari bumi putera yaitu etnis Melayu itu sendiri.
2. Diskriminasi yang berkaitan dengan akses terhadap servis-servis sipil, misalnya kesehatan dll.
Diskriminasi dalam memperoleh akses servis publik seperti pelayanan dalam kesehatan juga terlihat ketika pelayanan kesehatan bagi etnis Melayu lebih diutamakan daripada etnis Cina maupun India. Bahkan diskriminasi itu juga berkaitan dengan pelayanan bagi etnis non Melayu. Pihak rumah sakit sering melakukan penundaan penanganan medis bagi etnis minoritas tersebut terutama bagi etnis India yang miskin. Sehingga ada ungkapan yag mengatakan bahwa etnis India miskin tidak boleh sakit sebab kalau sampai sakit etnis India tersebut tidak akan mendapatkan pelayanan sebaik pelayanan medis bagi etnis Melayu.
3. Diskriminasi yang berkaitan dengan akses untuk dapat masuk dalam kemiliteran dan kepolisian.
Jumlah etnis India yang dapat masuk dalam kemiliteran juga kepolisian di Malaysia sangat sedikit. Karena etnis Melayu yang lebih diunggulkan sehingga mayoritas anggota kepolisian dan kemiliteran adalah etnis Melayu. Selain itu, kebijakan dari pemerintah Malaysia yang mengutamakan etnis Melayu dalam rekriutmen anggota militer maupun anggota kepolisian membuat etnis minoritas tidak dapat menjadi anggota militer maupun kepolisian Malaysia. Kalaupun etnis India mendaftar menjadi anggota militer maupun anggota kepolisian maka mereka akan dipersulit dan dikucilkan. Bahkan hambatan-hambatan untuk menjadi anggota militer maupun kepolisian Malaysia justru datang dari pemerintah Malaysia sendiri.
4. Diskriminasi yang berkaitan dengan hak bersuara atau hak pilih.
Di Malaysia telah terjadi diskriminasi terkait hak pilih dalam pemilu. Seperti yang dituntut dalam demontrasi pada 16 Oktober 2008. Para aktivis menuntut pemeriksaan kembali daftar pemilih, penanganan yang lebih ketat dalam menangani kasus kecurangan, serta kesempatan lebih adil bagi partai oposisi untuk menggunakan media milik pemerintah.[6] Sebab dalam setiap pemilu yang diselenggarakan hak pilih etnis India dan etnis Cina selalu dimanipulasi sehingga pemilih dari etnis Cina maupun etnis India sangat sedikit.
5. Diskriminasi yang berkaitan dengan aktivitas organisasi politik yang berbasis pada kepentingan kelompok.
Organisasi politik yang berbasis pada kelompok minoritas tidak diperbolehkan di Malaysia. Pemerintah Malaysia selalu mengecap bahwa organisasi politik berbasis kelompok seperti Hindu Rights Action Force merupakan organisasi illegal. Pemerintah Malaysia mengatakan bahwa organisasi politik etnis India tersebut illegal dan dapat membahayakan keamanan nasional Malaysia. Pemerintah Malaysia tidak mengizinkan adanya organisasi berbasis kelompok hal ini semakin menambah daftar diskriminasi yang dilakukan dan terus dijaga eksistensinya oleh pemerintah Malaysia.
6. Diskriminasi yang berkaitan dengan perlindungan yang sama dimata hukum (equal).
Dalam ranah hukum juga terjadi diskriminasi antara etnis non melayu dan Melayu. Dimana konstitusi Malaysia (hukum malaysia) telah memberikan hak-hak istimewa kepada etnis melayu. Selain itu, 40 persen dari total penghuni penjara di Malaysia merupakan etnis India. Mayoritas narapidana etnis India tersebut selalu mendapat perlakuan yang diskriminatif di dalam penjara. Selain itu, kebanyakan etnis India yang dipenjara tersebut ditahan tanpa sebab yang jelas.
Dari penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa diskriminasi politik yang terjadi di Malaysia termasuk dalam kategori diskriminasi yang ekstrim. Sebab keenam indikator diskriminasi politik yang dikemukan oleh Ted Gurr tersebut ada dalam kasus diskriminasi etnis India di Malaysia.
Diskriminasi Ekonomi
Dalam bidang ekonomi Ted Gurr (1994) mengemukakan 6 indikator diskriminasi ekonomi dalam suatu masyarakat yaitu:
1. Ketidaksetaraan pendapatan
Ketidaksetaraan pendapatan sangat jelas terlihat antara etnis Melayu dan etnis India. Sebab etnis India selalu menempati posisi yang rendah baik dalam posisi di pemerintahan maupun di kantor atau perusahaan. Sehingga sebagai konsekuensi logis dari adanya diskriminasi politik diatas maka pendapatan etnis India lebih rendah bila dibandingkan dengan etnis Melayu.
2. Ketidaksetaraan dalam hal kepemilikan tanah dan asset-aset lain.
Etnis Melayu diberikan kemudahan dalam pembelian rumah atau mobil dengan harga murah karena etnis Melayu selalu diberi potongan harga sehingga mendapat harga yang lebih murah. Sedangkan etnis non Melayu termasuk etnis India tidak mendapatkan potongan harga sehingga harus membeli dengan harga yang jauh lebih mahal. Mayoritas etnis India yang miskin tersebut tidak dapat membeli rumah atau mobil karena kehidupan mereka yang miskin semakin dipersulit sehingga mereka semakin miskin.
3. Diskriminasi terkait dengan hak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
Etnis non Melayu selalu mendapatkan hambatan untuk bisa menempuh pendidikan pada perguruan tinggi. Bahkan dari 8 persen total etnis India yang tinggal di Malaysia hanya 5 persen yang bisa memasuki perguruan tinggi.[7] Etnis India yang diterima itu juga tidak mendapatkan fasilitas yang diberikan pada etnis Melayu. Perlakuan istimewa hanya dapat dinikmati oleh etnis Melayu dimana mereka dapat memperoleh fasilitas termasuk mendapatkan beasiswa keluar negeri.
4. Ketidaksetaraan dalam aktivitas komersial.
Pemerintah Malaysia juga memberikan banyak hambatan dalam bidang komersial atau bisnis terhadap etnis India.[8] Contohnya bisnis media massa ataupun media cetak, hampir 100 persen media di Malaysia dimonopoli oleh etnis Melayu sehingga tidak ada ruang bagi etnis non Melayu untuk melakukan bisnis.[9]
5. Ketidaksertaraan untuk mendapatkam profesi atau pekerjaan.
Etnis India selalu didiskriminasi dan dipersulit untuk memperoleh pekerjaan. Terutama pekerjaan yang terkait dengan profesi pada pemerintahan atau perusahaan-perusahaan strategis.
6. Ketidaksetaraan dalam untuk mendapatkan jabatan atau posisi di kantor atau perusahaan.
Etnis India juga selalu menempati posisi atau jabatan dibawah, dan hanya sedikit sekali yang memperoleh posisi atau jabatan diatas.
Dari penjelasan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa diskriminasi ekonomi yang terjadi di Malaysia termasuk dalam ketegori diskriminasi yang ekstrim pula sebab keenam indikator diskriminasi Ted Gurr ada dalam kasus diskriminasi yang dialami oleh etnis India di Malaysia.
Diskriminasi di budaya
Indikator diskriminasi budaya oleh Ted Gurr (1994):
1. Ethnicity merupakan suatu diskriminasi yang berkaitan dengan etnis tertentu. Diskriminasi etnis India oleh pemerintah Malaysia sudah sangat jelas terlihat dalam diskriminasi politik maupun diskriminasi ekonomi dimana etnis non Melayu tidak memiliki hak-hak seperti yang didapatkan oleh etnis Melayu.
2. Religion
Pemerintah Malaysia telah melakukan pengabaian kepada etnis non Melayu termasuk pengabaian atas agama etnis non Melayu. Bahkan, pemerintah Malaysia tidak mengakui agama Hindu yang dianut oleh etnis India. Selain itu, pemerintah Malaysia justru menghancurkan kuil Hindu Malaimel Sri Selva Kaliamman yang telah berusia seabad di Kuala Lumpur.[10] Umat Hindu di Malaysia yang mayoritas adalah etnis India yang datang pada lokasi menanggis dan memohon agar penghancuran kuil tersebut dihentikan tetapi permintaan etnis India tersebut tidak diperdulikan.
Pemerintah Malaysia hanya mengakui agama islam di Malaysia bahkan Malaysia memakai islam sebagai agama negara. Pemerintah Malaysia tidak mengakui agama lain selain agama islam. Sehingga etnis India yang mayoritas beragama Hindu mengalami diskriminasi.
3. Urban vs rural residence
Diskriminasi ini terkait masalah penduduk asli vs penduduk baru atau pendatang. Dalam kasus diskriminasi etnis India di Malaysia sangat jelas telah terjadi diskriminasi terhadap etnis pendatang yaitu etnis Melayu dalam memperoleh berbagai akses kehidupan baik dalam kehidupan sosial, politik ekonomi maupun budaya. Pemerintah Malaysia telah mengkotak-kotakkan pendudukan Malaysia dalam kotak-kotak etnis masing-masing dimana etnis non Melayu sebagai etnis pendatang di diskriminasi.
Dari penjelasan di atas maka diskriminasi budaya yang terjadi di Malaysia tersebut dapat diketegorikan sebagai diskriminasi substansial. Sebab dari enam indikator diskriminasi budaya yaitu:
ü Ethnicity or nationality
ü Bahasa or language
ü Religion
ü Social costums
ü Historical origin
ü Urban vs rural residence
hanya tiga indikator diskriminasi budaya yaitu diskriminasi yang terkait dengan ethnicity, religion dan urban vs rural residence yang ditemukan dalam kasus diskriminasi etnis India di Malaysia.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa diskriminasi etnis India yang terjadi di Malaysia tergolong dalam kategori ekstrim diskriminasi. Sebab dalam pembahasan diskriminasi politik dan diskriminasi ekonomi yang terjadi di Malaysia termasuk dalam kategori ekstrim diskriminasi. Walaupun diskriminasi budaya yang dialami oleh etnis India termasuk dalam ketegori diskriminasi yang bersifat substansial. Namun, secara keseluruhan diskriminasi etnis India yang terjadi di Malaysia apabila mengacu pada indikator- indikator diskriminasi yang dikemukakan oleh Robert Ted Gurr, maka diskriminasi etnis India oleh pemerintah Malaysia tersebut termasuk dalam kategori ekstrim diskriminasi.
Daftar Pustaka
Robert Ted Gurr and Barbara Harff, 1994, Ethnic Conflict in World Politics, Westview Press.
www.kompas.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei#Penyebab_kerusuhan diakses pada tanggal 6 Maret 2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei diakses pada tanggal 4 Maret 2012
http://www.metrotvnews.com/metromain/newsvideo/2008/02/16/53757/-Demo-Etnis-India-di-Kuala-Lumpur-Berakhir-Rusuh-/82
http://dunia.vivanews.com/news/read/232186-1-667-orang-ditahan-dalam-demo-di-malaysia
http://dunia.vivanews.com/news/read/232127-aksi-demonstrasi-terbesar-terjadi-di-malaysia
http://www.asiacalling.kbr68h.com/in/arsip/1239-malaysias-forgotten-minority-indians-clash-with-police-for-equality
www.antaranews.com
http://news.detik.com/read/2011/07/11/134129/1678707/10/media-dipegang-pemerintah-oposisi-malaysia-sulit-revolusi?nd992203605
http://www.malaysianbar.org.my/legal/general_news/council_demolishes_illegal_statue_and_temple_building.html

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei#Penyebab_kerusuhan diakses pada tanggal 6 Maret 2012
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei diakses pada tanggal 4 Maret 2012
[3] www.kompas.com
[4] http://www.metrotvnews.com/metromain/newsvideo/2008/02/16/53757/-Demo-Etnis-India-di-Kuala-Lumpur-Berakhir-Rusuh-/82
[5] http://dunia.vivanews.com/news/read/232186-1-667-orang-ditahan-dalam-demo-di-malaysia
[6] http://dunia.vivanews.com/news/read/232127-aksi-demonstrasi-terbesar-terjadi-di-malaysia
[7] http://www.asiacalling.kbr68h.com/in/arsip/1239-malaysias-forgotten-minority-indians-clash-with-police-for-equality
[8] www.antaranews.com
[9] http://news.detik.com/read/2011/07/11/134129/1678707/10/media-dipegang-pemerintah-oposisi-malaysia-sulit-revolusi?nd992203605
[10]http://www.malaysianbar.org.my/legal/general_news/council_demolishes_illegal_statue_and_temple_building.html
Fakta lain
Kota utama
Hari Kebangsaan
Semboyan
Bersekutu Bertambah Mutu
Benua
Koordinat Geografi
2 30 U, 112 30 T
Hujan tahunan
2000 ~ 2500 mm
Iklim
Tropis dengan suhu 24–35° Celsius
Bunga resmi
Binatang resmi
Puncak tertinggi
Gunung Kinabalu, Pegunungan Crocker (4175m)
Puncak tertinggi di semenanjung
Gunung Tahan, Pegunungan Tahan (2187 m)
Pegunungan terpanjang
Sungai terpanjang
Sungai Rajang, Sarawak (563 km)
Sungai terpanjang di semenanjung
Sungai Pahang (475 km)
Jembatan terpanjang
Jembatan Pulau Pinang (13,5 km)
Gua terbesar
Gua Mulu dan Gua Niah, Sarawak
Bangunan tertinggi
Negara bagian terbesar
Sarawak (124.450 km persegi)
Negara bagian terkecil
Perlis (810 km persegi)
Tempat paling lembap
Bukit Larut (lebih 5080 mm)
Tempat paling kering
Kuala Pilah (kurang dari 1524 mm)
Kawasan paling padat
Kuala Lumpur (6074/km², 15.543/mil persegi)
Penanaman ekspor utama
Minyak sawit dan getah

@ http://id.wikipedia.org/