Kesehatan Reproduksi Remaja Sangat Penting
Posted by Muhammad Irfan on Sunday, June 24, 2012 with No comments
Masa remaja adalah masa transisi antara
masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap
kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi
tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali
life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan
masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga
menempatkan masa ini sebagai masa kritis.
Di negera-negara berkembang masa transisi
ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan seks pertama
ternyata selalu lebih muda daripada usia ideal menikah.
Pengaruh informasi global (paparan media
audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan
remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti
merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan
terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran. Pada akhirnya, secara
kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal
seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku
seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki
pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas
serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan
reproduksi, termasuk kontrasepsi.
Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan
reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari
anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang
harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit
menular seksual (PMS), ke-kerasan seksual, serta masalah keterbatasan
akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini
dipe-ngaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu
tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan
pengaruh media massa maupun gaya hidup.
Khusus bagi remaja putri, mereka
kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan
seksual dengan pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih
kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada
akhirnya akan mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan dan
pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan serta
mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan pada
remaja putri di pedesaan, haid pertama biasanya akan segera diikuti
dengan perkawinan yang menempatkan mereka pada risiko kehamilan dan
persalinan dini.
Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru adalah akibat
ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse).
ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse).
Mereka cenderung merasa risih dan tidak
mampu untuk memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi
dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di
kalangan orangtua dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu
perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru malah mendorong
remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah.
Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh
teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal
juga berpengaruh.
Remaja yang tidak mempu-nyai tempat
tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan dan kasih sayang orang
tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang berkontribusi,
seperti: rasa kekuatiran dan ketakutan yang terus menerus, paparan
ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan serta tindak
kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan. Para remaja ini
berisiko terpapar pengaruh lingkungan yang tidak sehat, termasuk
penyalahgunaan obat, minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta
prostitusi.
Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja
Pilihan dan keputusan yang diambil seorang remaja sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas informasi yang mereka miliki, serta ketersediaan pelayanan dan kebijakan yang spesifik untuk mereka, baik formal maupun informal.
Pilihan dan keputusan yang diambil seorang remaja sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas informasi yang mereka miliki, serta ketersediaan pelayanan dan kebijakan yang spesifik untuk mereka, baik formal maupun informal.
Sebagai langkah awal pencegahan,
peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi harus
ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang
tegas tentang penyebab dan konsekuensi perilaku seksual, apa yang harus
dilakukan dan dilengkapi dengan informasi mengenai saranan pelayanan
yang bersedia menolong seandainya telah terjadi kehamilan yang tidak
diinginkan atau tertular ISR/PMS. Hingga saat ini, informasi tentang
kesehatan reproduksi disebarluaskan dengan pesan-pesan yang samar dan
tidak fokus, terutama bila mengarah pada perilaku seksual.
Di segi pelayanan kesehatan, pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana di Indonesia hanya
dirancang untuk perempuan yang telah menikah, tidak untuk remaja.
Petugas kesehatan pun belum dibekali dengan kete-rampilan untuk melayani
kebutuhan kesehatan reproduksi para remaja.
Jumlah fasilitas kesehatan reproduksi
yang menyeluruh untuk remaja sangat terbatas. Kalaupun ada,
pemanfaatannya relatif terbatas pada remaja dengan masalah kehamilan
atau persalinan tidak direncanakan. Keprihatinan akan jaminan
kerahasiaan (privacy) atau kemampuan membayar, dan kenyataan atau
persepsi remaja terhadap sikap tidak senang yang ditunjukkan oleh pihak
petugas kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski
pelayanan itu ada. Di samping itu, terdapat pula hambatan legal yang
berkaitan dengan pemberian pelayanan dan informasi kepada kelompok
remaja.
Karena kondisinya, remaja merupakan
kelompok sasaran pelayanan yang mengutamakan privacy dan
confidentiality. Hal ini menjadi penyulit, mengingat sistem pelayanan
kesehatan dasar di Indonesia masih belum menempatkan kedua hal ini
sebagai prioritas dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan yang
berorientasi pada klien.
@http://www.kainsutera.com
0 comments:
Post a Comment