Jiddu Krishnamurti
Posted by Muhammad Irfan on Saturday, September 07, 2013 with No comments
J. Krishnamurti (lahir nama lengkap Jiddu
Krishnamurti di Madanapalle,
Andhra Pradesh, India,
12 Mei 1895 – meninggal
di Ojai,
California, Amerika Serikat,
17 Februari 1986
pada umur 90 tahun) , anak ke delapan dari sebuah keluarga brahmana. Ia adalah seorang meditator, penulis dan sering memberikan ceramah
tentang kehidupan.
Kisah
Hidup
Pada usia 14 tahun, ia “ditemukan”
oleh pemimpin Perkumpulan Teosofi, Nyonya Annie
Besant dan Uskup C.W.
Leadbeater, yang melihat anak itu “memiliki aura sangat luar biasa,
tanpa sedikit pun sikap mementingkan diri sendiri”. Sejak itu Krishnamurti
dididik oleh para pemimpin Teosofi dan disiapkan untuk menjadi “wahana” bagi
“Guru Dunia” (Lord Maitreya)—yang
dipercaya oleh kaum Teosofi pada waktu itu akan datang kembali ke dunia 2000
tahun setelah kedatangannya yang terakhir sebagai Yesus Kristus. Untuk menyambut peristiwa
itu dibentuklah Tarekat Bintang di Timur [The Order of the Star in the East],
di mana ia menjadi ketuanya. Perkumpulan itu kemudian diubah namanya menjadi
Tarekat Bintang. .
Namun ternyata kemudian Krishnamurti menempuh jalan-nya sendiri, menyimpang dari garis yang ditetapkan oleh Teosofi. Pada tahun 1922, dalam usia 27 tahun, ia mengalami proses Pencerahan yang berlangsung selama 3 hari, di mana ia mengalami kesadaran yang berubah. Ia menceritakan: “... Ada seseorang tengah memperbaiki jalan, orang itu adalah aku; beliung yang dipegangnya adalah aku; batu yang tengah dipecahnya adalah bagian dariku; helai rumput yang rapuh adalah aku; dan pohon di samping orang itu adalah aku.” Dan pada akhir proses Pencerahan itu ia menyatakan: “Aku sangat berbahagia karena aku telah melihat. Tak ada yang akan kembali seperti dulu lagi. Aku telah minum air yang jernih dan murni dari sumber mata air kehidupan, dan dahagaku telah terpuaskan. Tak akan pernah lagi aku berada dalam kegelapan; aku telah melihat Cahaya itu. ... Aku telah menyentuh Welas Asih yang menyembuhkan segenap kesedihan dan penderitaan; itu bukan untukku sendiri, melainkan untuk dunia. Sumber Kebenaran telah terbuka bagiku dan kegelapan telah lenyap. Cinta dalam seluruh kemegahannya telah memabukkan hatiku; hatiku tak akan pernah tertutup lagi. Aku telah minum dari pancuran Sukacita dan Keindahan abadi. ” Ia menggambarkan dirinya “mabuk Illahi”.
Pada tahun 1929 terjadi hal yang
tidak diduga-duga, karena ia membubarkan perkumpulan dan melepaskan serta
mengembalikan uang dan harta milik yang telah bertumpuk atas namanya. Ia
mengemukakan bahwa kebenaran tidak dapat ditemukan melalui suatu sekte atau
agama, tetapi hanya dengan jalan membebaskan diri dari segala bentuk
keterikatan. "Anda dapat membentuk organisasi-organisasi lain dan
mengharapkan orang lain", katanya "Tentang hal itu saya tidak menaruh
perhatian, juga tidak untuk menciptakan kurungan-kurungan baru. Perhatian
saya satu-satunya adalah untuk membebaskan umat manusia secara tanpa syarat.
Pada tahun 1929 dibubarkannya
Tarekat Bintang dengan berkata: “Saya nyatakan bahwa kebenaran adalah negeri
tanpa jalan [Truth is a pathless land], dan kalian tak dapat mendekati-nya
melalui jalan apa pun, melalui agama apa pun, melalui sekte apa pun. Itulah
sudut pandangku, dan saya berpegang pada itu secara mutlak dan tanpa syarat.
Kebenaran, yang tanpa batas, tak terkondisi, tak dapat didekati melalui jalan
apa pun, tak dapat diorganisir; tidak semestinya dibentuk suatu organisasi
untuk menuntun atau memaksa orang menempuh suatu jalan tertentu. ... Anda mungkin
membentuk tarekat-tarekat lain, Anda akan terus masuk organisasi lain untuk
mencari kebenaran. ... Aku tidak ingin masuk organisasi spiritual apa pun;
harap pahami ini. Jika suatu organisasi dibentuk untuk tujuan itu, itu akan
menjadi tongkat penopang, kelemahan, belenggu, dan pasti akan melumpuhkan
manusia, dan menghalanginya tumbuh, untuk menegakkan keunikannya, yang terletak
pada penemuannya sendiri akan Kebenaran mutlak yang tak terkondisi. ... Aku
tidak menginginkan pengikut. Pada saat kalian mengikuti seseorang, kalian tidak
lagi mengikuti Kebenaran. ... Oleh karena aku bebas, tak terkondisi, utuh,
bukan bagian, bukan relatif, melainkan seluruh kebenaran yang abadi, aku
menghendaki mereka yang ingin memahamiku, untuk bebas pula, bukan mengikutiku,
bukan membuat dariku sebuah kurungan, yang akan menjadi sebuah agama, sebuah
sekte. ... Kini aku telah memutuskan untuk membubarkan Tarekat ini, karena
kebetulan aku menjadi Ketuanya. Kalian boleh membentuk organisasi-organisasi
lain dan mengharapkan orang lain. Aku tak peduli dengan itu, tidak pula dengan
menciptakan kurungan-kurungan baru, dan hiasan-hiasan baru untuk kurungan itu.
Satu-satunya minatku hanyalah membuat manusia bebas secara mutlak, tanpa
terkondisi.” Pada tahun 1930 ia keluar dari Perhimpunan Teosofi.
Sejak itu ia berkelana ke banyak kota di berbagai benua, berbicara kepada setiap orang yang mau mendengarkannya. Ajarannya menarik banyak tokoh-tokoh dunia seperti Jawaharlal Nehru, Bernard Shaw, Aldous Huxley, Dr. Bohm dan lain-lain. Buku-bukunya yang telah diterbitkan dalam bahasa Inggris ada kira-kira tigapuluh buah dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk 13 buku dalam bahasa Indonesia. Beberapa sekolah yang menyelenggarakan pendidikan berdasarkan ajarannya didirikan di India, Inggris dan California. Pada tanggal 17 Pebruari 1986, dengan tenang ia meninggal dunia di Ojai, California dan jenazahnya diperabukan di situ juga.[5]
Karyanya
Karya-karya Krishnamurti berupa
buku-buku yang merupakan kutipan-kutipan yang diambil dari ceramah, dialog dan
tulisan yang pernah diterbitkan atau tidak di antara tahun 1933 dan 1968. Buku
karya Krishnamurti pertama yang popular dan dibaca oleh masyarakat luas, Education
and the Significance of Life’, yang ditulisnya di bawah sebatang pohon oak
besar di Ojai, California, dan
diterbitkan pada tahun 1953 oleh Harper & Row, yang selama lebih dari tiga
puluh tahun terus menerbitkan karya-karyanya di Amerika. Bukunya yang berikut, ‘’The First
and the Last Freedom’’, juga diterbitkan oleh Harper & Row dalam tahun
1954, disertai kata pengantar panjang oleh Aldous Huxley.
Serangkaian buku Commentaries on
Living ditulis dengan tangan antara tahun 1949 dan 1955 di atas kertas
tanpa garis pinggir dan tanpa koreksi atau penghapusan. Aldous Huxley mendorong
Krishnamurti untuk menulis, dan naskahnya, yang diedit oleh D. Rajagopal,
diterbitkan pada tahun 1956. Pada dasarnya, buku itu memuat kisah
wawancara-wawancara yang diberikan oleh Krishnamurti kepada orang-orang yang
datang dan berbicara dengannya, dan dalam halaman-halaman buku itu terasa
suasana pertemuan antara dua sahabat yang berbicara dan menyelidik tanpa ragu
atau takut. Bab-bab dalam buku-buku itu sering dimulai dengan uraian singkat
tentang pemandangan alam, iklim atau binatang yang ada di sekitar situ. Dari
kesederhanaan alam ini terjadilah transisi yang wajar kepada panorama batin
yang penuh kebingungan, kecemasan, kepercayaan—masalah-masalah umum atau
pribadi yang dibawa orang ke dalam pertemuannya dengan Krishnamurti. Beberapa
wawancara tidak diterbitkan dalam ketiga jilid pertama The Commentaries on
Living dan muncul dalam buku ini untuk pertama kali. Di dalam beberapa
wawancara yang sebelumnya belum pernah diterbitkan, Krishnamurti menggunakan
istilah “pikiran-perasaan” untuk menguraikan suatu respons yang merupakan
kesatuan
Buku Life Ahead' dan Think
on These Things’ diedit oleh sahabat Krishnamurti, Mary Lutyens, pada tahun
1963 dan 1964 dan diterbitkan oleh Harper & Row. Kedua buku ini merupakan
kumpulan tanya-jawab yang terpilih dan diedit dari ceramah-ceramahnya kepada
kaum muda, dan mendapat sambutan begitu baik sehingga dipandang sebagai buku
klasik sastra religius. Setelah itu masih diterbitkan lagi lebih dari lima
puluh buku.
Krishnamurti melihat dirinya tidak
penting dan tidak diperlukan dalam proses memahami kebenaran, proses melihat
diri kita sendiri. Suatu kali ia mengacu dirinya sebagai sebuah telepon, suatu
alat untuk digunakan oleh si pendengar. Katanya; “Apa yang dikatakan
pembicara sangat tidak penting. Yang benar-benar penting ialah bahwa batin sadar
tanpa upaya bahwa ia berada dalam keadaan paham sepanjang waktu. Jika kita
tidak paham dan sekadar mendengar kata-kata, mau tidak mau kita pergi dengan
serangkaian konsep atau gagasan, dan dengan demikian menciptakan suatu pola,
yang kepadanya kita lalu mencoba menyesuaikan diri dalam kehidupan kita
sehari-hari atau dalam apa yang dinamakan kehidupan spiritual kita.” [7]
Intisari
Ajaran
Dalam sebuah tulisan singkat pada
tahun 1980, ia menguraikan intisari ajarannya, yang disebutnya The Core of
the Teachings
“
|
‘Kebenaran adalah negeri tanpa
jalan’. Manusia tidak bisa sampai ke situ melalui organisasi apa pun, melalui
kepercayaan apa pun, melalui dogma, pendeta atau ritual apa pun, tidak pula
melalui pengetahuan filosofis atau teknik psikologis. Ia harus menemukannya
melalui cermin relasi, melalui pemahaman akan isi batinnya sendiri, melalui
pengamatan dan bukan melalui analisis intelektual atau pembedahan
introspektif. Manusia telah membangun di dalam dirinya citra-citra [images]
sebagai pagar keamanan—religius, politis dan pribadi. Ini terwujud sebagai
simbol, ide dan kepercayaan. Beban citra-citra ini mendominasi pemikiran,
relasi dan kehidupan sehari-hari manusia. Citra-citra inilah penyebab dari
masalah-masalah kita, oleh karena mereka memisahkan manusia dari manusia.
Persepsinya mengenai kehidupan dibentuk oleh konsep-konsep yang telah
tertanam dalam batinnya. Isi kesadarannya adalah seluruh eksistensinya. Isi
ini sama bagi seluruh kemanusiaan. Individualitas adalah nama, wujud dan
budaya superfisial yang diperolehnya dari tradisi dan lingkungan. Keunikan
manusia bukan terletak pada yang superfisial, melainkan pada kebebasan
sepenuhnya dari isi kesadarannya, yang sama bagi seluruh umat manusia. Jadi
ia bukanlah individu.”
“Kebebasan bukanlah reaksi, kebebasan bukanlah pilihan. Hanyalah anggapan manusia saja yang merasa bebas karena ia mempunyai pilihan. Kebebasan adalah pengamatan murni tanpa arah, tanpa takut akan hukuman dan ganjaran. Kebebasan adalah tanpa motif; kebebasan bukan terletak pada akhir evolusi manusia, melainkan pada langkah pertama dari eksistensinya. Dalam pengamatan orang mulai menemukan tidak adanya kebebasan. Kebebasan ditemukan dalam kesadaran tanpa-memilih akan eksistensi dan kegiatan kita sehari-hari.”
“Pikiran adalah waktu. Pikiran lahir dari pengalaman dan pengetahuan,
yang tidak terpisah dari waktu dan masa lampau. Waktu adalah musuh psikologis
manusia. Tindakan kita didasarkan pada pengetahuan dan dengan demikian pada
waktu, sehingga manusia selalu menjadi budak masa lampau. Pikiran selalu
terbatas dan dengan demikian kita hidup dalam konflik dan pergulatan
terus-menerus. Tidak ada evolusi psikologis.”
“Bila manusia sadar akan gerak
pikirannya sendiri, ia akan melihat pemisahan antara si pemikir dan
pikirannya, antara si pengamat dan yang diamati, antara yang mengalami dan
yang dialami. Ia akan menemukan bahwa pemisahan ini ilusi. Maka hanya di
situlah terdapat pengamatan murni, yang adalah pencerahan tanpa secercah
bayangan dari masa lampau atau dari waktu. Pencerahan tanpa-waktu [timeless]
ini menghasilkan perubahan mendalam dan radikal dalam batin.”
“Negasi total adalah esensi dari yang positif. Bila terdapat negasi dari semua hal yang telah dibuat oleh pikiran secara psikologis, maka hanya di situlah terdapat cinta, yakni welas asih [compassion] dan kecerdasan.”
@http://id.wikipedia.org/
|
0 comments:
Post a Comment