لڠكه ڤرتام اداله لڠكه تراخير
Langkah pertama adalah langkah terakhir. Langkah pertama adalah langkah dari persepsi yang jernih,
dan tindakan persepsi yang jernih itu adalah tindakan terakhir. Ketika
Anda melihat bahaya, seekor ular, persepsi itu sendiri adalah tindakan
yang lengkap. Pahamkah Anda?
Nah, kita katakan langkah pertama
adalah langkah terakhir. Langkah pertama adalah melihat (perceive),
melihat apa yang Anda pikirkan, melihat ambisi Anda, melihat kecemasan
Anda, kesepian Anda, keputusasaan Anda, rasa kesedihan yang luar biasa
ini, melihatnya, tanpa pengutukan, pembenaran apa pun, tanpa
menginginkannya menjadi lain. Hanya sekadar melihatnya, seperti apa
adanya.
Bila Anda melihatnya seperti apa adanya, maka terjadilah
tindakan yang sama sekali lain, dan tindakan itu adalah tindakan
terakhir. Bukan?
Artinya, ketika Anda melihat mempersepsi
sesuatu sebagai palsu atau sebagai benar, maka persepsi itu adalah
tindakan terakhir. Bukan?
Sekarang, simaklah. Saya melihat
kepalsuan mengikuti orang lain, instruksi orang lain - Krishna, Buddha,
Kristus, tidak peduli siapa pun dia. Saya melihat, terdapat persepsi
atau kebenaran bahwa mengikuti orang lain adalah sepenuhnya salah.
Bukan? Oleh karena akal budi Anda, logika Anda dan segala sesuatu
menunjuk pada betapa absurdnya mengikuti orang lain.
Nah,
persepsi itu adalah langkah terakhir, dan ketika Anda sudah melihat,
Anda meninggalkannya, melupakannya, oleh karena pada menit berikutnya
Anda harus melihat yang baru, yang lagi-lagi adalah langkah terakhir.
Jika Anda tidak melepaskan apa yang telah Anda pelajari, apa yang telah
Anda lihat, maka terdapat kontinuitas dari gerak pikiran; dan gerak dan
kontinuitas pikiran adalah waktu. Dan bila batin terperangkap di dalam
gerak waktu, ia terbelenggu.
Jadi, itu adalah salah satu
masalah utama, yaitu apakah batin bisa bebas dari masa lampau, dari
penyesalan masa lampau, kenikmatan masa lampau, ingatan, kenangan,
peristiwa dan pengalaman, segala sesuatu yang telah kita bangun, masa
lampau, yang adalah juga si aku.
Si aku adalah masa lampau.
Nah, pikiran memberikan kontinuitas kepada sesuatu yang telah terlihat
dengan jelas, dan karena tidak mampu mengesampingkannya, itu memberinya
kontinuitas yang menjadi alat untuk melestarikan pikiran. Kemarin Anda
mengalami peristiwa yang menyenangkan. Anda tidak melupakannya, Anda
tidak melepaskannya, Anda membawa-bawanya, Anda memikirkannya.
Memikirkan tentang sesuatu yang telah lampau memberikan kontinuitas
kepada masa lampau. Dengan demikian, tidak pernah ada pengakhiran masa
lampau. Anda paham semua ini?
Tetapi jika Anda melihat bahwa
Anda mengalami peristiwa yang sangat luar biasa dan menyenangkan
kemarin, melihatnya, mempersepsikannya, dan mengakhirinya dengan
sempurna, tidak membawa-bawanya, maka tidak ada kontinuitas sebagai masa
lampau yang dibangun oleh pikiran. Dengan demikian setiap langkah
adalah langkah terakhir. Pahamkah Anda?
Jadi batin tidak hidup
bersama pikiran, yang adalah respons dari masa lampau, dan memberikan
kelanjutan kepada pikiran itu ke masa depan, yang mungkin menit
berikutnya, detik berikutnya. Dan pikiran adalah respons ingatan, yang
adalah struktur sel-sel otak itu sendiri. Jika Anda pernah mengamati
batin Anda
sendiri, Anda akan melihat bahwa di dalam sel-sel otak
itu sendiri terdapat bahan ingatan, dan ingatan itu merespons, yang
adalah pikiran.
Untuk menghasilkan perubahan (mutation) total
pada kualitas sel itu sendiri, harus ada pengakhiran dari setiap
persepsi, pemahaman, melihat, bertindak dan meninggalkan itu, sehingga
batin selalu melihat dan mati, melihat kepalsuan dari kebenaran itu dan
mengakhirinya dan bergerak terus tanpa membawa-bawa ingatan. Bukan?
Semua ini menuntut persepsi yang sangat kuat, vitalitas, energi yang
sangat besar. Untuk menyelami ini selangkah demi selangkah seperti
tengah kita lakukan, tanpa terlewat satu hal pun, membutuhkan energi
sangat besar.
....
Bagaimana batin, tanpa mengikuti
suatu sistem, tanpa mengikuti suatu paksaan, tanpa pembandingan apa pun,
bagaimana batin yang telah terkondisi begitu lama, bisa kosong
sepenuhnya dari masa lampau? Anda paham pertanyaan saya? Kosong
sepenuhnya sehingga i elihat dengan jelas, dan apa yang jelas terlihat
mengakhirinya, sehingga ia selalu memperbarui dirinya dalam kekosongan,
artinya, memperbarui dirinya dalam kepolosan (innocence).
Nah,
kata 'kepolosan' berarti batin yang polos, batin yang tak pernah bisa
terluka. Kata 'innocence' berasal dari sebuah kata Latin yang berarti
'tak dapat terluka'. Dan kebanyakan dari kita terluka, terluka dengan
segala ingatan yang kita timbun di sekitar luka-luka itu; penyesalan
kita, kerinduan kita, kesepian kita, ketakutan kita adalah bagian dari
rasa terluka ini.
Dari sejak kanak-kanak kita terluka secara
sadar atau tak sadar. Bagaimana mengosongkan semua luka itu, tanpa
mengambil waktu —Anda paham?— tanpa berkata, "Saya akan berangsur-angsur
melenyapkan luka itu?" Bila Anda lakukan itu, Anda tak akan pernah
mengakhirinya, Anda mati
pada akhirnya.
Jadi, masalahnya
ialah: bisakah batin mengosongkan dirinya sama sekali, bukan saja di
tingkat permukaan, tetapi juga di kedalaman dirinya, pada akarnya. Oleh
karena kalau tidak, kita hidup di dalam penjara, kita hidup di dalam
penjara sebab dan akibat di dunia perubahan ini.
Jadi Anda
harus mengajukan pertanyaan ini, mengajukannya kepada diri Anda sendiri:
apakah batin Anda bisa kosong dari segenap masa lampaunya, namun tetap
mempertahankan
pengetahuan teknologis, pengetahuan insinyur Anda,
pengetahuan bahasa Anda, ingatan dari semua itu, namun berfungsi dari
sebuah batin yang kosong sepenuhnya?
Pengosongan batin itu
terjadi secara alamiah, secara manis tanpa disuruh, bila Anda memahami
diri Anda, bila Anda memahami apa diri Anda itu.
Diri Anda
adalah ingatan, kumpulan ingatan, pengalaman, pikiran. Bila Anda
memahami itu, memandangnya, mengamatinya; dan bila Anda mengamatinya,
melihat di dalam pengamatan itu tidak ada dualitas antara si pengamat
dan yang diamati.
Maka bila Anda melihat itu, Anda akan melihat
bahwa batin Anda bisa kosong sepenuhnya, penuh perhatian. Dan di dalam
perhatian itu, Anda bisa bertindak secara utuh, tanpa keterpecahan
(fragmentation) sedikit pun. Semua itu adalah bagian dari meditasi.
Dan bila Anda memahami sepenuhnya seluruh
keterpecahan dari diri Anda —-bukan keterpaduan (integration)—-
pahamilah bagaimana keterpecahan dan kontradiksinya muncul, bukan
bagaimana mempersatukannya kembali. Anda tak bisa melakukan itu.
Mempersatukan menyiratkan ada dualitas - orang yang mengerjakan itu, yang memadukan, dan sebagainya.
Maka bila Anda sungguh-sungguh, secara mendalam, secara kuat memahami
diri Anda, belajar tentang diri Anda, maka Anda bisa memahami makna dari
waktu, waktu yang mengikat, menahan, yang menghasilkan kesedihan.
Jika Anda telah melangkah sejauh itu --dan itu bukan berarti Anda pergi
jauh dalam jarak—- jauh secara kata-kata --bukan jauh yang terukur--
jika Anda telah melangkah sejauh itu --bukan dalam ketinggian maupun
kedalaman-- jika Anda telah sampai pada ketinggian pemahaman, dengan
kepenuhan itu, maka Anda akan mendapati sendiri suatu dimensi yang tak
dapat diuraikan, yang tidak punya kata-kata, yang bukan sesuatu yang
bisa dibeli dengan pengorbanan, yang tidak
tercantum dalam
kitab-kitab, yang tidak bisa dialami oleh Guru mana pun. Ia ingin
mengajar Anda tentang itu, bagaimana mencapainya. Dengan demikian, kalau
ia berkata, "Saya telah mengalami itu, dan saya tahu apa itu," ia belum
mengalaminya, ia tidak tahu apa itu. Orang yang berkata ia tahu, tidak
tahu.
Jadi batin harus bebas, dari kata itu, citra itu, masa lampau; dan itu adalah langkah pertama dan langkah terakhir.
JIDDU KRISNAMURTI