Dibikin di Indonesia, Tapi Jadi Made in Malaysia
Posted by Muhammad Irfan on Wednesday, January 02, 2013 with No comments
Warga di Dusun
Pareh, Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten
Bengkayang, Kalimantan Barat, melestarikan budaya kearifan lokal berupa
anyaman tikar berbahan pelepah bemban atau semacam daun pandan. Hasil
anyaman itu dijual ke Pasar Biawak, Malaysia. Warga Pareh memilih
menjual ke Malaysia karena hanya berjarak 15 kilometer dari kampung
mereka.
Ibukota Kecamatan
pun lebih jauh, harus ditempuh dengan empat jam perjalanan menyusuri
sungai dengan perahu. Selain lebih dekat, Salbiah (55) yang menekuni
keterampilan warisan ibunya ini sejak usia 15 tahun menyatakan harga
yang didapat dari Malaysia juga lebih baik.
Anyaman tikar ini
biasa dijual Rp 150 ribu per unit di Malaysia. Namun untuk bisa masuk ke
Malaysia, selalu ada yang meminta pungutan keamanan. Salbiah lalu
menjual anyaman itu pada seorang bandar, yang kemudian memberi merek
Malaysia pada anyaman itu. “Ya, boleh dikatakan diklaimlah anyaman kita
itu sama Malaysia, mau diapakan coba," kata Salbiah. Anyaman ini pun
sebenarnya mulai langka. Selain hanya ditekuni orang tua, bahan baku pun
semakin sulit diperoleh.
Desi (45), seorang
warga lainnya, mengeluhkan sulitnya memperoleh bahan baku pelepah bemban
karena lahan tumbuhnya dibabat untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit.
Desi dan Salbiah merupakan dua di antara 100-an kepala keluarga di
kampung Pareh yang hidup rukun menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
daerah.
Namun, meski meski
berbahasa Indonesia dengan baik, warga Pareh tak menikmati sajian
informasi berita dan hiburan Indonesia. Lokasi kampung mereka yang dekat
dengan Malaysia membuat siaran radio dan televisi yang mereka nikmati
adalah dari Malaysia. Konsekuensinya, mereka lebih mengetahui berita
negeri jiran itu dibanding perkembangan ekonomi-politik negeri sendiri.
Kondisi yang
terisolir juga membuat kebutuhan bahan pokok mereka lebih banyak
diperoleh dari kawasan Malaysia. Gas elpiji, mie instan, gula dan
sejenisnya diperoleh dari Malaysia. Sementara saluran listrik dan air
bersih belum ada. Untuk keperluan sehari hari menggunakan air sungai di
desa tersebut. Untuk transportasi, mereka memakai akses darat dan
sungai.
Di Dusun Pareh
terdapat fasilitas pendidikan yaitu sekolah dasar. Namun jika hujan
turun, sekolah pun libur karena lokasinya dekat sungai. Masyarakat sudah
berkali–kali mengadu ke Pemerintah Kabupaten Bengkayang untuk
memperbaiki situasi ini namun belum terealisasi. Sebenarnya jalan lintas
Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Jagoi Babang dengan Malaysia segera
dibangun untuk membuka keterisoiasian.
Sebuah akses jalan
tembus sudah ada namun kondisi jalan rusak parah, banyak lubang besar.
Di sekitar jalan itu sudah tak ada lagi hutan karena sudah habis
dibabat, hanya tinggal tunas saja.
@http://asalasah.blogspot.com/
Categories: EKONOMI
0 comments:
Post a Comment