Redenominasi Butuh Kepercayaan Masyarakat
Redenominasi rupiah akan mempermudah transaksi elektronik.
Penyederhanaan digit mata uang rupiah itu diyakini akan mengurangi
resiko kesalahan transaksi akibat kekeliruan penulisan jumlah digit.
Menurut
Dirjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan Agus Supriyanto, dengan
redenominasi, transaksi akan lebih praktis dan efisien. Namun yang
paling penting, penyederhanaan itu dapat mengatasi efek negatif
denominasi rupiah yang besar.
“Redenominasi rupiah tidak akan
menurunkan daya beli masyarakat, karena yang dilakukan adalah
menyederhanakan penulisan digit tanpa mengurangi nilainya,” jelas Agus
dalam acara Internalisasi Rancangan Undang-Undang Perubahan Harga Rupiah
‘Redenominasi Bukan Sanering’ di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat
(28/12/12).
Agus mengatakan, selama ini denominasi rupiah
berdampak pada penggunaan alat transaksi sehari-hari. Muncul kendala
teknis akibat banyaknya digit angka yang harus tertera pada argo taksi,
mesin kasir dan pompa bensin. Belum lagi soal keterbatasan beban
penyimpanan dan pengolahan data statistik dan kapasitas sistem
pembayaran nontunai seperti, anjungan tunai mandiri (ATM), kartu kredit
dan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS).
Denominasi juga
menyebabkan inefisiensi perekonomian. Kebutuhan waktu dan biaya
transaksi yang cukup besar dan pengembangan infrastruktur untuk sistem
pembayaran non-tunai.
Untuk mengakomodasi kebutuhan pembayaran
tunai yang semakin meningkat, dibutuhkan uang baru dengan pecahan yang
lebih besar. Pengadaannya tentu membutuhkan biaya yang tak kecil.
Di
antara negara anggota ASEAN, nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing termasuk yang terendah. Apalagi jika diukur dari transaksi untuk
membeli kebutuhan masyarakat.
“Namun Kementerian Keuangan
menyadari perlunya tahapan yang detail dan cermat agar tak terjadi
ekspektasi inflasi yang berlebihan, termasuk dengan mencantumkan dua
label harga untuk uang lama dan baru, pada masa transisi,” pungkas Agus
@http://www.lensaindonesia.com/
Khawatir Picu ‘Chaos’, Uang Baru Dikenalkan Bertahap
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menyatakan, pengenalan uang
baru yang dilakukan terkait sosialisasi penyederhanaan nominal atau
akrab dikenal dengan istilah redenominasi akan dilakukan
secara bertahap.
Hal tersebut untuk menanggulangi kemungkinan
terjadinya “gap” serta kekacauan alias chaos di masyarakat akibat adanya
redenominasi secara serentak di seluruh wilayah Nusantara.
“Masa
sosialisasi paling cepat 6 tahun, sebenarnya bisa 10 sampai 12 tahun,”
ujarnya kepada wartawan, seusai acara Kick Off Konsultasi Publik
Perubahan Harga Rupiah Bertemakan “Redenominasi bukan Sanering” yang
diselenggarakan di Ruang Flores Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng,
Jakarta, Rabu (23/01/13) siang.
Lebih lanjut, Darmin
mengungkapkan, hal itu sudah merupakan keharusan, karena program
tersebut membutuhkan kepercayaan dari khalayak masyarakat.
“Kalau buru-buru, masyarakat tentu akan khawatir,” tandasnya.
Seperti
diketahui sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana
melakukan sosialisasi penyederhanaan nilai mata uang atau redenominasi
pada Januari 2013. Langkah itu diambil untuk mempercepat proses
pembahasan UU Redenominasi agar segera disahkan oleh DPR.
“Kami
perkirakan Januari sudah bisa disosialisasikan, sekiranya positif, pada
bulan Juli 2013 dalam tahap proses pembahasan di DPR,” tukas Agus
Suprijanto, Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu beberapa waktu yang lalu
@http://www.lensaindonesia.com/