Buya Hamka Mengundurkan Diri Dari MUI Karena Natal
PADA 30 Mei 1981, Majalah Tempo melaporkan: Mengapa Hamka
mengundurkan diri? Hamka sendiri pekan lalu mengungkapkan pada pers,
pengunduran dirinya disebabkan oleh fatwa MUI 7 Maret 1981. Fatwa yang
dibuat Komisi Fatwa MUI tersebut pokok isinya mengharapkan umat Islam
mengikuti upacara Natal, meskipun tujuannya merayakan dan menghormati
Nabi Isa.
Fatwa ini kemudian dikirim pada 27 Maret pada pengurus MU di
daerah-daerah. (TEMPO, 16 Mei 1981). Bagaimanapun, harian Pelita 5 Mei
lalu memuat fatwa tersebut, yang mengutipnya dari Buletin Majelis Ulama
no. 3/April 1981.
Buletin yang dicetak 300 eksemplar ternyata juga beredar pada mereka
yang bukan pengurus MU. Yang menarik, sehari setelah tersiarnya fatwa
itu, dimuat pula surat pencabutan kembali beredarnya fatwa tersebut.
Surat keputusan bertanggal 30 April 1981 itu ditandatangani oleh Prof.
Dr. Hamka dan H. Burhani Tjokrohandoko selaku Ketua Umum dan Sekretaris
Umum MUI.
Menurut SK yang sama, pada dasarnya menghadiri perayaan antar agama
adalah wajar, terkecuali yang bersifat peribadatan, antara lain Misa,
Kebaktian dan sejenisnya. Bagi seorang Islam tidak ada halangan untuk
semata-mata hadir dalam rangka menghormati undangan pemeluk agama lain
dalam upacara yang bersifat seremonial, bukan ritual.
HAMKA juga menjelaskan, fatwa itu diolah dan ditetapkan oleh Komisi
Fatwa MUI bersama ahli-ahli agama dari ormas-ormas Islam dan
lembaga-lembaga Islam tingkat nasional -termasuk Muhammadiyah, NU, SI,
Majelis Dakwah Islam Golkar.
Di samping itu, rupanya masih adanya perbedaan pendapat. Misalnya
yang tercermin dalam pendapat KH Misbach, Ketua MUI Jawa Timur tentang
perayaan Natal. “Biarpun di situ kita tidak ikut bernyanyi dan berdoa, tapi kehadiran kita itu berarti kita sudah ikut bernatal,” katanya. Menurut pendapatnya, “Seluruh acara dalam perayaan Natal merupakan upacara ritual.” (Majalah Tempo, 30 Mei 1981). [pustakamuhibbin]
@http://www.islampos.com/buya-hamka-mengundurkan-diri-dari-mui-karena-natal-34291/