MPKAS Gencarkan Gerakan 10 Juta Perantau Minang Di Luar Negeri

Posted by Muhammad Irfan on Friday, August 19, 2011 with No comments
Masyarakat Peduli Kereta Api Sumbar (MPKAS), kini terus menggencarkan gerakan 10 juta perantau Minang tersebar di AS, Australia, Jerman, Jepang, Perancis dan lainnya, satu gerakan memacu kunjungan wisatawan ke Sumbar.

“Alhamdulillah, gerakan tersebut disambut baik perantau, bagian dari tekad mereka untuk ‘pulang basamo’, pengobat rindu sekaligus membangun kampung halaman melalui pariwisata,” kata Sekjen MPKAS Yulnofrin Napilus kepada ANTARA di Padang, Sabtu.

Menurut dia, jika kekerabatan dan kekuatan 10 juta perantau Minang di luar negeri itu terus melakukan kegiatan, minimal mulai dari seorang perantau, antara lain dengan mendorong dan terus berpromosi pada seorang non-Minang agar mau berkunjung dan berwisata ke Sumatera Barat.

Disamping juga mempromosikan Ranah Minangkabau ke kolega-kolega non-Minang, setidaknya mereka mulai mendapat informasi bahwa ada ‘tanah sorga’ yang jatuh ke bumi yang perlu didatangi.

“Ini telah didukung perantau ditandai Minang USA telah mencetak 10 ribu brosur utk promosi ‘Pulang Basamo’ tersebut,” katanya dan menambahkan, usaha-usaha demikian sama artinya dengan mendukung Visit Indonesia Year 2008.

Yulnofrin, terus mengimbau masyarakat daerah ini mempromosikan keindahan alam dan kekayaan budaya Ranah Minangkabau, dengan cara ‘MLM’ alias Multi Level Marketing dengan, dan dari mulut ke mulut.

Untuk didatangi, katanya lagi, berdasarkan usulan beberapa ‘dunsanak’ (keluarga,red) via email sebelumnya, mereka minta sejumlah ketegasan kesiapan Sumbar misalnya, mana kampung yang siap dikunjungi wisatawan? Mana kampung yang sadar wisatanya sudah cukup baik? Mana kampung yang masyarakatnya ramah dan hangat serta mudah senyum?

Kemudian, mana kampung yang masih unik dan kuat aturan agama serta tradisi budayanya? Selain itu kampung yang bersih tapi bangunannya belum terpengaruh dengan modernitas atau masih mempertahankan keasliannya, serta kelengkapan utamanya adalah mana kampung yang mempunyai toliet umum yang paling bersih?.

Sejumlah permintaan itu, katanya lagi, bagian dari strategi Sumbar untuk lebih mendorong meningkatkan kunjungan wisatawan karena dianggap akan benar-benar berbicara/berpromosi jika sesuai bukti.

“Untuk tahap pertama, yang bisa dijadikan percontohan, kita sarankan Kota Sawahlunto, Desa Mahat dengan Batu Menhirnya berada di Kabupaten 50 Kota, Nagari Saribu Rumah Gadang Muara Labuah di Kabuapten Solok Selatan,” katanya.

Jika perantau itu datang ke Sumbar, dengan perhitungan tiga hari dua malam mereka berkunjung, untuk membayar hotel, makan, pelesiran, sewa sejumlah peralatan, membeli oleh-oleh, minimal uang mereka Rp2 juta per orang akan dihabiskan di Sumbar.

Dengan target 1 juta wisatawan, Yulnofrin optimistis menghitung Rp2 triliun setahun uang yang akan masuk ke Sumbar.

“Industri pariwisata, satu industri yang lebih ‘demokratis’, karena uang tersebar mulai dari penjaja pinggir jalan, restoran, penjual souvenir, transportasi, losmen, hotel, pemandu wisata, bahkan penerbangan,” katanya.

Kegiatan pariwisata, katanya lagi, memiliki ‘multiplier effects’ bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Namun, menurut dia, dengan target Rp2 triliun itu, Sumbar harus berani berinvestasi untuk kenyamanan wisatawan agar mereka betah dan mau berulang datang ke sini.

Ia menambahkan, Pemerintah Sumbar juga perlu menyediakan sejumlah permainan dan tempat hiburan bagi pengunjung yang membawa anak-anak mereka.

Dinas Pariwisata dan Budaya Sumbar, mencatat provinsi ini memiliki potensi besar sejarah dan budaya yang cukup tua, ditandai dengan adanya peninggalan bersejarah yang disebut benda cagar budaya dan ini sangat menarik dikunjungi wisatawan.

Bahkan, wisatawan diyakini makin banyak berkunjung terkait adanya ragam kesenian yang tersebar pada 19 kabupaten dan kota, dilengkapi permainan anak nagari, sejarah purbakala masa Hindu, Budha dan adanya prasasti dan candi.

Selain itu, benda-benda peninggalan sejarah kolonial Belanda yakni berupa benteng Fort De Kock di Bukittinggi, Vander Capplen di Batusangkar, dan pelabuhan Emma Haven di Bungus dan Bukit Lampu Padang.