Kontribusi Minangkabau Terhadap Malaysia

Posted by Muhammad Irfan on Friday, August 19, 2011 with No comments
Terlepas dari persoalan kontemporer multi-aspek antara Indonesia dan Malaysia, ikatan sejarah antara dua negara sebenarnya lebih kompleks dari sekedar beda penjajah.
Dari segi etnis, bangsa bumiputera atau Melayu Malaysia sebenarnya tidaklah homogen, tapi dibentuk dari berbagai unsur. Salah satu sumber unsur tersebut adalah suku-suku bangsa di Nusantara, di antaranya suku Minangkabau, Jawa, Bugis, Aceh, Banjar, Kerinci, Mandahiling dan Bawean.
Dalam sejarah, keberadaan orang Minangkabau di Malaysia berkaitan dengan kebiasaan merantau suku bangsa ini keluar daerah, baik dalam rangka dagang, mencari ilmu, petualangan atau karena konflik dalam satu atau lain bentuk, semisal Perang Paderi dan PRRI. Orang Minangkabau diperkirakan hijrah ke semenanjung Malaya mulai pada abad ke-15 Masehi.
Ada dua setidaknya kontribusi orang Minangkabau di Malaysia, jika kita melihat pada sejarah masa lalu. Yang pertama yakni menjadi salah satu unsur etnis pribumi dan kedua dari segi sumbangan kebudayaan dan pemikiran.
Kontribusi yang pertama paling jelas di salah satu negara bagian Malaysia, yakni Negeri Sembilan. Bahasa yang digunakan di sana dapat dipandang sebagai salah satu dialek Minangkabau, dengan pengaruh Melayu Malaysia yang kental.
Adat yang diamalkan di sana pun bersumber dari Minangkabau, disebut Adat Perpatih. Demikian juga arsitektur, aneka macam masakan, kesenian dan kesusastraan (pribahasa, pantun, dan sebagainya) jelas menunjukkan orang Minangkabau berusaha mempertahankan tradisinya walaupun sudah di rantau. Ada beberapa daerah di Minangkabau yang secara khusus telah menyebar ke berbagai daerah di Malaysia, yang paling jelas yaitu daerah Rao (Rawa) di Pasaman.
Sejumlah tokoh keturunan Rao telah memainkan peranan penting sepanjang sejarah Malaysia, baik sebagai tokoh politik, ulama, cendekiawan dan militer. Di antara tokoh Rao yang terkenal di sana yaitu Mat Kilau (1865-1970), pendekar dan pahlawan terkenal Malaysia, Syekh Muhammad Murid Rawa dan Haji Yusuf Rawa (1922-2000) (pernah menjadi duta besar Malaysia untuk PBB, Turki, Afghanistan dan sebagainya).
Pada masa-masa awal perkembangan kota itu, banyak orang Minangkabau di sana yang menjadi pedagang kaya. Mereka mendirikan masjid yang disebut mesjid Minangkabau.
Dari segi sumbangan kebudayaan dan pemikiran, salah satu yang tampak adalah kesusastraan, terutama pantun. Ada pendapat yang mengatakan mengatakan asal muasal pantun yang berkembang di semenanjung Malaya adalah dari Minangkabau (Xu You Nian Revue de literature compare 60 (2): 1986).
Apabila kita ambil beberapa contoh dari pantun yang berkembang di Malaysia memang kita dapat menangkap ada nuansa Minangkabau di sana.
Misalnya pada pantun: ayam jantan siayam jalak/Jaguh Siantan nama diberi/Rezeki tidak saya tolak/Musuh tidak saya cari. Juga dalam pantun: permata jatoh di rumput/ jatoh di rumput gilang/ Kasih umpama embun di hujung rumput/ datang matahari hilang (bandingkan dengan: parmato jatuah ka rumpuik/ jatuah ka rumpuik sibilang-bilang/ sungguah di mato alah lupuik/ tapi di hati takkan hilang).
Hal terpenting lainnya yang disumbangkan orang Minangkabau dalam sejarah Malaysia adalah bidang agama. Ulama-ulama asal Minangkabau merupakan ulama yang dihormati di semenanjung Malaya.
Satu hal lain yang menarik adalah pada waktu dulu di Malaysia juga terjadi apa yang disebut perselisihan antara kaum tua dan kaum muda di sana. Pertikaian itu ibarat gema dari apa yang terjadi di Minangkabau pada waktu yang sama dan juga orang-orang Minangkabau sendiri yang banyak memainkan peran.
Ulama kaum tua terutama adalah ulama tarekat yang sebagian disebarkan oleh ulama-ulama asal Minangkabau. Sementara, kaum muda diilhami oleh Syekh Thahir Djalaluddin al-Falaki dengan majalah al-Imam-nya yang terbit di Singapura. Perselisihan ini misalnya membuat kaum tua menghalangi pencalonan beliau yang disebut terakhir ini sebagai mufti Perak.(singgalang)