KEKUATAN KARAKTER DAN KEBAHAGIAAN PADA SUKU MINANG

Posted by Muhammad Irfan on Friday, August 19, 2011 with No comments
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara kekuatan karakter dengan kebahagiaan pada suku Minang. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Data penelitian kemudian diolah menggunakan teknik statistik regresi berganda. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 165 orang suku Minang yang berdomisili di Sumatera Barat dan Jadebotabek yang berada pada rentang usia 18 sampai dengan 55 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kekuatan karakter dengan kebahagiaan. Kekuatan karakter yang secara signifikan memberikan sumbangan terhadap kebahagiaan pada suku Minang adalah kecerdasan, vitalitas, dan harapan. Lima kekuatan karakter yang menonjol pada suku Minang adalah berterima kasih, kebaikan, keadilan, integritas, dan kependudukan.
Kata Kunci: kebahagiaan, kekuatan karakter, suku Minang
POWER CHARACTER AND HAPPINESS IN MINANG ETHNICS
Abstract
The aim of this study is to measure correlation between character power and happiness in Minang ethnic. This research is using quantitave approach and questionnairre for collecting the data. Multiple regression is using for the data analysis. Participants of this research is 165 Minang people who live in West Sumatera and Jadebotabek region whose age from 18 to 55 years old. The result shows significance kontribution from power character such as bravery, vitality and hope to happiness. Beside, five dominant power characters can bee seen from Minang people are gratitude, kindness, fairness, integrity, and citizenship.
Key Words: happiness, power character, Minang ethnic
PENDAHULUAN
Selama dua puluh tahun terakhir Indonesia sering kali mengalami bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, tsunami dan bencana lainnya yang menimbulkan banyak korban jiwa dan materil. Selain itu, pada akhir tahun 2007 diketahui bahwa angka pengang-guran di Indonesia semakin meningkat (www.depdagri.go.id). Fenomena terse-but tidak menutup kemungkinan akan memberikan dampak psikologis bagi masyarakat Indonesia. Hal ini menim-
16 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
bulkan pertanyaan besar mengenai keba-hagiaan masyarakat Indonesia.
Pada beberapa literatur dikatakan bahwa kebahagiaan bisa bersumber dari kekayaan dan pekerjaan (Carr, 2004). Namun, berdasarkan hasil survey yang dilakukan di 97 negara yang dilakukan dari tahun 1995 sampai dengan 2007 diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki skor kebahagiaan peringkat ke 40 dari 97 negara (http://nsf. gov/news/newsmedia). Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa Indonesia me-miliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi daripada negara Jepang dan Cina yang merupakan negara maju dan kaya. Dengan demikian, kekayaan saja tidak bisa dijadikan sebagai ukuran kebaha-giaan seseorang.
Menurut Seligman (2002), kebaha-giaan yang sebenarnya berasal dari pe-mahaman terhadap kekuatan karakter yang dimiliki dan menanamkan serta menggunakannya dalam seluruh aspek kehidupan. Jadi, seseorang yang memiliki kekayaan yang melimpah belum tentu akan merasakan kebahagiaan yang se-benarnya. Kekuatan karakter yang me-nonjol pada indivdidu berbeda pada masing-masing budaya. Perbedaan bu-daya tersebut menyebabkan timbulnya perbedaan keyakinan dan nilai pada indi-vidu, sehingga menyebabkan perbedaan dalam cara mencapai kebahagiaan dan kepuasan hidup pada budaya yang ber-beda (Compton, 2005). Selain faktor budaya, kebahagiaan yang dirasakan se-seorang dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti kepribadian, karakteristik sosiodemografi, keadaan ekonomi, dan kesehatan (Rice dan Steele, 2004).
Oishi dan Diener (2001) telah mela-kukan penelitian mengenai kebahagiaan pada negara dengan latar belakang bu-daya yang berbeda. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa negara indi-vidualis memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi daripada negara kolek-tif. Hal ini mungkin disebabkan oleh masyarakat individualis lebih tertarik dengan hal yang berkaitan dengan dirinya dan dapat memenuhi keinginannya se-hingga dapat mencapai pemenuhan diri (Diener, Suh, dan Oishi, 1997). Selain itu, penelitian yang dilakukan mengenai ke-puasan hidup dan kekuatan karakter pada beberapa negara menunjukkan hasil yang berbeda antara negara Amerika dan Swiss (PsycINFO Database Record, 2007). Ber-dasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan kekuatan karakter yang dimiliki yang berpengaruh terhadap kebahagiaan. Hal ini menimbul-kan ketertarikan bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana kebahagiaan pada masyarakat Indonesia dan kekuatan ka-rakter yang menonjol yang berhubungan dengan kebahagiaannya.
Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki budaya yang berbeda-beda. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan di Indonesia sendiri terdapat kekuatan ka-rakter yang berbeda pada budaya yang berbeda. Salah satu suku besar dan ter-sebar di Indonesia adalah suku Minang. Suku Minang adalah suku bangsa yang berasal dari ranah minang yang sistem kekerabatannya berdasarkan garis ke-turunan ibu (Amir, 1999). Selain di wilayah Sumatera Barat, suku Minang juga tersebar di beberapa daerah di Indonesia dan Malaysia (Melalatoa, 1995). Suku Minang memiliki tiga ciri utama yang selalu melekat dan merupakan ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan suku lainnya. Ketiga ciri tersebut yaitu ketentuan yang kuat terhadap Islam, sistem kekerabatan matrilinial dan ke-biasaan merantau yang menyebabkan penyebaran suku Minang ke berbagai daerah (Hasan, 2007). Ketiga ciri khas tersebut tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan perbedaan kekuatan karakter yang menonjol dan memberikan sumbangan pada kebahagiaan suku Minang.
Akmal, Nurwianti, Kekuatan Karakter … 17
METODE PENELITIAN
Partisipan dalam penelitian ini adalah 165 orang suku Minang dengan rentang usia 18 sampai dengan 55 tahun. Partisipan tersebut memiliki tingkat pen-didikan minimal SMA dan berdomisili di wilayah Sumatera Barat dan Jadebotabek. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu kebahagiaan dan kekuatan karakter.
Definisi operasional dari kebaha-giaan adalah skor total dari alat ukur kebahagiaan yang telah dibuat berda-sarkan komponen penyusun kebahagiaan yang telah dikemukakan oleh Seligman (2002), yaitu kepuasan terhadap masa lalu, kebahagiaan terhadap masa kini, dan rasa optimis terhadap masa depan. Setiap item dalam alat ukur kebahagiaan memi-liki enam (6) alternatif pilihan jawaban mulai dari sangat tidak sesuai hingga sangat sesuai. Penilaian berdasarkan pada jawaban partisipan yang disesuaikan dengan skor pada masing-masing ja-waban. Seluruh nilai dari alat ukur kebahagiaan kemudian akan dijumlahkan untuk memperoleh skor total yang menunjukkan kebahagiaan yang dimiliki oleh partisipan. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka berarti semakin tinggi kebahagiaan yang dimiliki oleh orang tersebut.
Definisi operasional dari kekuatan karakter adalah skor total dari alat ukur kekuatan karakter yang telah dimodi-fikasi dari alat ukur VIA-IS (Peterson dan Seligman, 2004). Setiap item dalam alat ukur ini memiliki enam (6) alternatif pilihan jawaban mulai dari sangat tidak sesuai hingga sangat sesuai. Penilaian didasarkan pada jawaban partisipan yang disesuaikan dengan skor tiap pilihan jawaban. Seluruh nilai dari item alat ukur kekuatan karakter ini kemudian dijum-lahkan untuk mendapatkan skor total kekuatan karakter. Guna mengetahui kekuatan karakter yang paling menonjol pada partisipan, dilakukan penjumlahan nilai item berdasarkan item-item ke-kuatan karakter tertentu. Jumlah nilai pada masing-masing kekuatan karakter tersebut kemudian dibagi dengan jumlah item pada masing-masing kekuatan ka-rakter untuk memperoleh nilai rata-rata masing-masing kekuatan karakter. Rata-rata kekuatan karakter tersebut kemudian diurutkan dari rata-rata paling tinggi hingga paling rendah. Lima (5) kekuatan karakter yang memiliki rata-rata tertinggi merupakan kekuatan karakter yang menonjol pada partisipan.
Hasil penelitian akan dianalisis menggunakan perangkat lunak statistik SPSS menggunakan teknik ststistik se-perti statistik deskriptif, regresi berganda, uji t, dan analisis sidik ragam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mayoritas subjek penelitian adalah perempuan dewasa muda dengan penge-luaran berkisar antara 1 juta sampai dengan 1.5 juta rupiah. Sebagian besar partisipan penelitian ini adalah mahasis-wa dan belum bekerja dengan pendidikan minimal Sekolah Menegah Atas (SMA), belum menikah dan mengikuti kegiatan organisasi. Partisipan penelitian ini berdomisisli di wilayah Sumatera Barat dan Jadebotabek.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan teknik regresi diketahui bahwa besar koefisien r antara kebahagiaan dan kekuatan karakter adalah 0.653 (p < 0.00). Hasil yang signi-fikan menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara kekuatan karakter dengan kebahagiaan pada suku Minang. Berdasarkan nilai koefisien determinasi, dapat diketahui bahwa 42.7% skor total kebahagiaan berasal dari skor masing-masing kekuatan karakter. Dari hasil perhitungan regresi juga dapat diketahui bahwa kekuatan karakter se-perti kecerdasan (B = -0.800, p < 0.004), vitalitas (B = 0.726, p < 0.013), dan harapan (B = 0.667, p < 0.15) merupakan
18 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
kekuatan karakter yang signifikan mem-berikan sumbangan terhadap kebahagiaan pada suku Minang. Sedangkan kekuatan karakter yang menonjol berdasarkan rerata tertinggi dari 24 kekuatan karakter yang ada adalah berterima kasih, ke-baikan, keadilan, integritas, dan kepen-dudukan.
Suku Minang memiliki tingkat ke-bahagiaan yang tinggi dengan rerata 4.67. Dimensi kebahagiaan aktifitas positif (4.97) memiliki rerata lebih tinggi dari-pada dimensi emosi positif (4.56). Selain itu emosi positif yang berkaitan dengan kondisi saat ini (4.97) memiliki rerata yang paling tinggi dibandingkan dengan emosi masa depan (4.65), dan masa lalu (4.45). Berdasarkan perhitungan rerata tersebut dapat diketahui bahwa keba-hagiaan pada suku Minang lebih ber-kaitan dengan aktifitas positif yang dilakukannya dibandingkan dengan emosi positif terhadap masa lalu dan masa depan.
Selain hasil utama penelitian, juga dilakukan analisis tambahan dengan me-lihat hubungan antara karakteristik par-tisipan dengan kebahagiaannya. Berda-sarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa keterlibatan dalam kegiatan orga-nisasi berhubungan secara signifikan dengan kebahagiaan. Keterlibatan dalam kegiatan organisasi merupakan keterli-batan partisipan dalam lingkungan so-sialnya. Dengan demikian, hubungan sosial berhubungan secara signifikan dengan kebahagiaan. Sedangkan faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, penge-luaran per bulan, tingkat pendidikan, status pernikahan dan domisili tidak berhubungan secara signifikan dengan kebahagiaan.
Hasil penelitian menunjukkan bah-wa terdapat hubungan positif antara kekuatan karakter dan kebahagiaan. Kekuatan karakter memiliki nilai korelasi yang cukup tinggi dengan kebahagiaan dan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap kebahagiaan. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Seligman (2002) kebahagiaan yang sebenarnya yang dirasakan seseorang berasal dari identifikasi dan penanaman kekuatan karakter dalam hampir seluruh aspek kehidupan. Individu yang men-jalani seluruh aspek kehidupannya setiap hari dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya dalam berbagai aspek kehi-dupan akan mengalami kepuasan dan kebahagiaan hidup yang sebenarnya (Carr, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan bah-wa kekuatan karakter yang memberikan sumbangan yang signifikan terhadap ke-bahagiaan adalah kecerdasan, vitalitas, dan harapan. Kecerdasan merupakan kekuatan karakter yang mencerminkan sikap tidak menghindar dari ancaman, tantangan, kesulitan atau rasa sakit, berani mengungkapkan kebenaran walau-pun bertentangan dengan orang lain, bertindak sesuai dengan keyakinan wa-laupun tidak disukai (Linley dan Joseph, 2004). Hal ini sejalan dengan salah satu sifat-sifat ideal yang seharusnya dimiliki oleh suku Minang, yaitu berani karena benar (Amir, 1999). Ajaran Islam yang mengajarkan agar individu bisa mengan-jurkan orang lain untuk berbuat baik dan mencegah orang berbuat kemungkaran (amar makruf, nahi mungkar), merupakan dasar dari pentingnya sifat berani pada suku Minang. Selain itu, kekuatan karakter kecerdasan juga bisa dilihat dari kebiasaan suku Minang merantau ke daerah lain. Dengan merantau, suku Minang akan dihadapkan dengan banyak tantangan baru yang harus dihadapinya.
Kekuatan karakter vitalitas pada suku Minang memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kebahagiaan. Jika ditinjau dari sifat-sifat ideal yang dimiliki suku Minang menurut Amir (1999), vitalitas tidak berkaitan dengan salah satu sifat ideal yang seharusnya dimiliki. Seseorang yang memiliki ke-kuatan karakter vitalitas, akan menjalani kehidupan dengan kegembiraan dan ber-
Akmal, Nurwianti, Kekuatan Karakter … 19
energi, tidak melakukan sesuatu setengah-setengah, menjalani hidup sebagai se-orang petualang, dan merasakan hidup yang bahagia dan aktif (Linley dan Joseph, 2004). Kekuatan karakter ini ada kemungkinan tidak berkaitan dengan sifat-sifat ideal pada suku Minang tetapi berkaitan dengan bagaimana mereka menjalani hidup sehari-hari. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, suku Minang dikenal dengan kebiasaan me-rantau ke daearah lain yang belum dikenalnya sehingga suku Minang yang merantau menjalani hidup sebagai petu-alang yang merupakan salah satu nilai yang terkandung pada vitalitas.
Selain kecerdasan dan vitalitas, ha-rapan merupakan kekuatan karakter yang juga memberikan sumbangan yang sig-nifikan terhadap kebahagiaan suku Minang. Individu yang memiliki ke-kuatan karakter berupa harapan meng-harapkan yang terbaik untuk masa depan dan bekerja keras untuk mencapainya, percaya bahwa masa depan yang baik adalah sesuatu yang mungkin dapat tercapai (Linley dan Joseph, 2004). Hal utama yang terdapat pada kekuatan karakter harapan adalah optimisme, keterbukaan di masa depan, dan orientasi masa depan. Salah satu sifat yang dimiliki oleh suku Minang (Amir, 1999) adalah “Hiduik baraka, baukue jo bajangko”. Di saat menerapkan sifat ini dalam menjalani kehidupan, orang Minang dituntut untuk selalu menggunakan akalnya, mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat. Sifat suku Minang yang mem-punyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat tersebut sejalan dengan hal utama yang terdapat pada kekuatan karakter harapan yaitu keterbukaan di masa depan, dan orientasi masa depan.
Berdasarkan perhitungan rerata masing-masing kekuatan karakter, dike-tahui bahwa lima (5) kekuatan karakter yang menonjol pada suku Minang adalah berterima kasih, kebaikan, keadilan, inte-gritas, dan kependudukan. Kekuatan karakter berupa berterima kasih berkaitan dengan kesadaran dan rasa bersyukur terhadap hal baik yang yang pernah dialami, dan selalu menyempatkan waktu untuk mengekspresikannya (Linley dan Joseph, 2004). Di dalam menjalani kehi-dupannya sehari-hari, suku Minang berpegang pada ajaran Islam yang dikenal dengan pepatah “Adat basandi syara’, Syara’ basandi Kitabullah” (Amir, 1999). Di dalam ajaran Islam, setiap Muslim diajarkan untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhannya, dan menjalankan iba-dah dengan taat (misalnya shalat wajib lima kali dalam sehari). Hal ini dapat meningkatkan rasa bersyukur dan selalu menyempatkan waktu untuk mengeks-presikan rasa syukurnya dengan menja-lankan perintah agama.
Kekuatan karakter kebaikan diwu-judkan dengan melakukan kebaikan dan perbuatan baik untuk orang lain, mem-bantu orang lain dan menjaga mereka (Linley dan Joseph, 2004). Kekuatan ini juga dapat berupa perilaku membantu atau berbuat baik kepada orang lain yang tidak dikenal ataupun yang memiliki hu-bungan dekat dengan individu (Peterson dan Seligman, 2004). Pada umumnya, bangsa Indonesia dikenal dengan masya-rakatnya yang ramah, termasuk suku Minang.
Keadilan juga merupakan ke-kuatan karakter yang menonjol pada suku Minang. Keadilan dapat diartikan sebagai tindakan memperlakukan orang lain dengan sama berdasarkan pengertian dari kejujuran dan keadilan, tidak membiarkan bias personal dalam memutuskan sesuatu berkaitan dengan orang lain, memberikan kesempatan yang adil kepada setiap orang (Linley dan Joseph, 2004). Kekuatan karakter keadilan berkaitan dengan salah satu sifat ideal menurut adat Minang yaitu adil (Amir, 1999). Orang Minang dituntut untuk mengambil sikap yang tidak berat sebelah dan memperlakukan orang lain sebagaimana mestinya (Amir, 1999). Oleh karena itu, merupakan hal yang
20 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
wajar apabila suku Minang memiliki kekuatan karatker keadilan apabila me-reka benar-benar menerapkan sifat ideal yang dimiliki oleh suku Minang.
Selain itu, kekuatan karakter yang menonjol pada suku Minang adalah integritas. Integritas diartikan sebagian mengatakan yang sebenarnya, atau secara luas dapat dikatakan menampilkan diri sendiri apa adanya, tanpa berpura-pura, bertanggung jawab terhadap perasaan dan tindakan (Linley dan Joseph, 2004). Jika dihubungkan dengan sifat-sifat ideal yang dimiliki oleh orang Minang menurut Amir (1999), kekuatan karakter integritas tidak berhubungan dengan salah satu sifat ideal tersebut.
Sifat dasar masyarakat Minang adalah “kepemilikan bersama” (Komunal-bezit) yang sangat mementingkan kelom-poknya. Sifat dasar tersebut menyebab-kan suku Minang sangat loyal terhadap kelompoknya yang merupakan sumber lahirnya sifat setia kawan, saling mem-bantu, saling membela, saling berkorban untuk sesama, cinta kampung halaman, cinta tanah air dan bangsa (Amir, 1999). Hal ini sesuai dengan kependudukan yang merupakan salah satu kekuatan karakter yang menonjol pada suku Minang. Menurut Linley dan Joseph (2004), individu yang memiliki kekuatan karakter kependudukan akan memiliki kemam-puan untuk bekerja dengan baik sebagai anggota dari suatu kelompok, loyal terhadap kelompok, mengerjakan bagian masing-masing. Individu tersebut memi-liki rasa tanggung jawab untuk menjalani tugasnya sebagai anggota suatu kelompok dan menyadari kewajibannya, bekerja untuk kepentingan kelompok daripada kepentingan dirinya, setia terhadap teman dan dipercaya akan selalu berusaha sekuat-kuatnya untuk mencapai tujuan kelompok (Peterson dan Seligman, 2004). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam pergaulan sehari-hari, suku Minang dikenal fanatik dengan kelom-poknya.
Usia merupakan salah satu faktor yang menunjukkan hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan. Berdasar-kan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa usia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebahagiaan seseorang. Dapat dikatakan bahwa perbe-daan usia tidak memberikan peranan terhadap kebahagiaan pada suku Minang. Namun, dari rerata pada masing-masing kelompok usia diketahui bahwa kelom-pok partisipan dewasa madya memiliki rerata kebahagiaan yang lebih besar daripada kelompok partisipan dewasa muda. Hal ini sejalan dengan hasil pene-litian Compton (2005) yang menunjukkan bahwa orang yang lebih tua cenderung lebih puas dengan hidupnya dan lebih bahagia daripada orang yang lebih muda.
Perbedaan jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor yang menun-jukkan hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan. Pada penelitian ini, jenis kelamin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan pada suku Minang. Jenis kelamin mem-berikan pengaruh sebesar 0.56 terhadap kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Compton (2005) yang menje-laskan bahwa jenis kelamin hanya mem-berikan pengaruh kecil (1 persen) dari variabilitas terhadap kebahagiaan dan kepuasan hidup. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Wood, Rhodes dan Whelan (dalam Compton, 2005) disimpulkan bahwa secara umum wanita dilaporkan memiliki tingkat kebahagiaan sedikit lebih tinggi daripada pria. Dari hasil penelitian diketahui bahwa mean kebahagiaan perempuan lebih tinggi daripada rerata kebahagiaan laki-laki.
Status sosial ekonomi yang dilihat dari pengeluaran subjek setiap bulannya tidak memberikan pengaruh yang sig-nifikan terhadap kebahagiaan. Dapat di-katakan bahwa perbedaan jumlah penge-luaran per bulan tidak memberikan peranan terhadap kebahagiaan. Sejalan dengan kesimpulan Seligman (2002)
Akmal, Nurwianti, Kekuatan Karakter … 21
berdasarkan beberapa hasil temuan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, uang bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kebahagiaan. Penilaian individu terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaan dibanding-kan uang itu sendiri (Seligman, 2002).
Pekerjaan tidak memberikan penga-ruh yang signifikan terhadap kebahagiaan pada suku Minang. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui kelompok partisipan yang tidak bekerja memiliki rerata yang lebih besar daripada kelompok partisipan yang bekerja. Hal ini tidak sesui dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Argyle (dalam Carr, 2004) yang menun-jukkan bahwa orang yang bekerja lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja. Perbedaan hasil ini mung-kin disebabkan oleh sebagian besar partisipan penelitian yang tidak bekerja merupakan mahasiswa yang masih belum memiliki kewajiban untuk bekerja. Pada partisipan yang bekerja, partisipan yang bekerja sebagai profesional memiliki rerata kebahagiaan yang paling besar diantara kelompok pekerjaan lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Argyle (dalam Carr, 2004) bahwa orang yang bekerja secara pro-fesional dan dengan menggunakan kete-rampilan lebih bahagia daripada orang yang bekerja tanpa menggunakan kete-rampilan.
Beberapa penelitian menemukan dampak yang kecil dari tingkat pendi-dikan terhadap kebahagiaan atau emosi positif (Compton, 2005). Pada penelitian ini, tingkat pendidikan juga tidak memi-liki pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan. Menurut Compton (2005), individu yang memiliki tingkat pendi-dikan tinggi memiliki kecenderungan yang kecil untuk melaporkan bahwa dirinya bahagia. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian pada suku Minang. Berdasarkan rerata kebahagiaan pada masing-masing kelompok tingkat pendi-dikan, kelompok partisipan dengan pendi-dikan pascasarjana memiliki rerata keba-hagiaan paling tinggi diantara lulusan SMA, diploma, ataupun sarjana.
Berdasarkan hasil penelitian sebe-lumnya, pernikahan memberikan pe-ngaruh yang kuat terhadap kebahagiaan (Seligman, 2002). Namun, pada peneli-tian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan kebahagiaan. Dapat disimpulkan status pernikahan tidak memberikan peranan terhadap kebahagiaan pada suku Minang. Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar partisipan penelitian ini adalah mahasiswa dan berusia di bawah 30 tahun. Sedangkan penelitian yang sebelumnya dilakukan pada 3500 orang Amerika yang berusia lebih dari 30 tahun. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa rerata kebahagiaan partisipan yang duda atau janda lebih tinggi daripada rerata kebahagiaan pada kelompok partisipan lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Diener dkk. (dalam Carr, 2004) di mana duda atau janda di negara kolektivis memiliki tingkat kebahagiaan yang cukup tinggi karena mereka men-dapatkan dukungan sosial dari ling-kungannya.
Dari hasil penelitian diketahui bah-wa keterlibatan dalam organisasi mem-berikan pengaruh yang signifikan ter-hadap kebahagiaan pada suku Minang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kelompok yang terlibat dalam kegiatan organisasi lebih bahagia dari-pada kelompok yang tidak terlibat. Individu yang terlibat dalam kegiatan organisasi akan lebih mendapatkan du-kungan sosial dari sekitarnya diban-dingkan dengan individu yang tidak terlibat. Dukungan dari lingkungan sosial tersebut merupakan salah satu faktor yang secara signifikan mempengaruhi kebaha-giaan (Seligman, 2002). Menurut Seligman (2002), orang yang sangat bahagia meng-habiskan sedikit waktunya sendirian dan sebagian besar waktunya digunakan untuk sosialisasi serta memiliki hubungan
22 Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
sosial yang baik. Selain itu, hal ini sejalan dengan salah satu kekuatan karakter yang menonjol pada suku Minang yaitu kependudukan yang merupakan kekuatan karakter yang berkaitan dengan kehi-dupan dalam kelompok tertentu.
Dari hasil penelitian diketahui bah-wa domisili tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan pada suku Minang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rice dan Steele (2004) yang menunjukkan bahwa kebahagiaan individu dipengaruhi oleh budaya dan bertahan dalam waktu yang lama walaupun individu tersebut tidak tinggal di daerah asalnya. Berdasarkan rerata hasil penelitian, diketahui bahwa kelompok partisipan yang berdomisili di Jadebotabek memiliki rerata kebahagiaan yang lebih tinggi daripada kelompok partisipan yang tinggal di Sumatera Barat. Jika dikaitkan dengan kebiasaan suku Minang yang suka merantau, maka hal ini bisa dijelaskan dengan kekuatan karakter yang menyumbang terhadap kebahagiaan pada suku Minang. Kelompok partisipan yang tinggal di Jadebotabek memiliki kekuatan karakter kecerdasan dan vita-litas yang menyumbang terhadap kebaha-giaannya.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data hasil penelitian dapat diketahui bahwa suku Minang memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi di mana semakin besar kekuatan karakter yang dimiliki sese-orang dari suku Minang maka akan semakin tinggi kebahagiaannya. Kemu-dian, kekuatan karakter yang secara signifikan memberikan sumbangan ter-hadap kebahagiaan pada suku Minang adalah kecerdasan, vitalitas, dan harapan. Sementara itu, lima kekuatan karakter yang menonjol pada suku Minang adalah berterima kasih, kebaikan, keadilan, inte-gritas dan kependudukan. Hal menarik lainnya adalah bahwa keterlibatan dalam kegiatan organisasi merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan ter-hadap kebahagiaan pada suku Minang. Artinya, individu yang terlibat dalam kegiatan organisasi lebih bahagia dari-pada yang tidak terlibat. Sedangkan faktor lain yang tercantum pada data partisipan, seperti usia, jenis kelamin, pengeluaran per bulan, pekerjaan, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan domi-sili tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan pada suku Minang.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M.S. 1999 Adat Minangkabau, pola dan tujuan hidup orang Minang PT. Mutiara Sumber Widya Jakarta.
Carr, A. 2004 Positive psychology: The science of happiness and human strengths Brunner-Routledge New York
Compton, W.C. 2005 An introduction to positive psychology Bellmont: Thomson Wadsworth.
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia 2007 Pengangguran 2007 akan Jadi 12,7 Juta Jiwa http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=Berita& op=detail_berita&id=667 diunduh tanggal 20 Juli 2008.
Diener, E., Suh, E., and Oishi, S. 1997 “Recent findings on subjective well-being” Indian Journal of Clinical Psychology vol 2 pp 1 – 23.
Hasan, H. 2007 Menjemput yang tertinggal: Nilai-nilai budaya Minangkabau http://www. solokselatan. com/index.php?option=com_content&task=view&id=717&Itemid=1 diunduh tanggal 25 Juni 2008.
Linley, P. A., and Joseph, S. 2004 Positive psychology in practice John Wiley and Sons, Inc New Jersey.
Melalatoa, M.J. 1995 Ensiklopedia suku bangsa di Indonesia (Jilid L-Z) Departemen Pendidikan dan
Akmal, Nurwianti, Kekuatan Karakter … 23
Rice, T.W., and Steele, B.J. 2004 “Subjective well-being and culture across time and space” Journal of Cross-Cultural Psychology vol 35 pp 633 – 647.
Kebudayaan Republik Indonesia Jakarta.
National Science Foundation. (n.d.). Subjective well-being in 97 countries. http://nsf.gov/news/newsmedia/pr111725/pr111725.pdf diunduh tanggal 17 Juli 2008
Seligman, M.E.P. 2002 Authentic happiness: Using the new positive psychology to realize your potential for lasting fulfillment Free Press New York.
Oishi, S., and Diener, E. 2001 “Goals, culture, and subjective well-bein” Personality and Social Psychology Bulletin vol 27 pp 1674 – 1682.
Snyder, C.R., and Lopez, S.J. 2005 Handbook of positive psychology Oxford University Press, Inc. New York.
Peterson, C., and Seligman, M.E.P. 2004 Character strengths and virtues: A handbook and classification Washington DC: APA.
24