KEPUTUSASAAN SEORANG MAHASISWA PASCASARJANA

Posted by Muhammad Irfan on Wednesday, August 03, 2011 with No comments

JANGAN PUTUS ASA


PEMUDA lulusan Pascasarjana dari satu universitas terkemuka di tanah air, dua tahun hidup malang melintang tak berhasil mendapatkan pekerjaan. Lalu dengan I’tikad baik ia mengdatangi seorang profesor yang menjadi pembimbingnya, mengutarakan kekesewaannya terhadap apa yang dialaminya itu.

Sang profesor dengan penuh wibawa memberikan pengharapan kepada mantan mahasiswanya itu, tentu dengan selaksa kalimat kebajikan : sabar, pasti ada jalan keluar, setiap kebaikan akan berbalas kebaikan pula. Begitulah rumus kehidupan, apalagi untuk kita yang manusia beriman ini.

Ia puas menerima nasihat gurubesarnya itu. Sekian lama, kalimat penghiburan yang dipegang teguh sang Sarjana S-2 itu ternyata akhirnya membuat ia cemas juga, karena di negeri zamrud khatulistiwa ini tetap sukar beroleh pekerjaanpadahal lahan negerinya begitu luas. Ia datang lagi menghadap ke sang mahaguru. “apa memang sayang harus nekad menjadi orang jahat di negeri ini, menambah bilangan orang jahat negeri ini ?”

“kalau memang sukar sekali, sudahlah anda menyamar menjadi hewan saja, karena mungkin untuk dunia hewan itu kesempatan bekerja masih teramat luas. Jika dengan menjadi manusia terlalu sukar mendapatkan kesempatan beraktualisasi diri, menjadi hewan tentulah jadi pilihan baik yang rasanya akan tetap berkemuliaan dalam pandangan Allah SWT, ujar sang profesor.

Jawaban si mahaguru tentu saja bersifat filosofis atau kinayah (majas) yang salah satu maknanya adalah jangan berputus asa, karena kau itu manusia dan lebih mulia ketimbang hewan. Sedangkan hewan saja pun senantiasa diberi rizki dari sang pencipta yang pasti didapatkannya.

Rupanya, entah lantaran otak sudah tersumbat atau memang untuk coba-coba dan menguji “tesis/statemen-Nya sang guru yang amat ia hormat itu, si sarjana S-2 penganggur itu pun “nekad” menyamar jadi hewan. Ia lalu mengubah penampilan jadi seekor kera (monyet) dan bergabung ke kebun binatang. Maka jadilah ia penghuni baru di tempat wisata yang banyak , layaknya kera, ia pun meniru habis tingkah laku kera-kera yang lainnya. Melompat kesana ke mari dengan amat riangnya. Ada yang melempar kue, makanan, bahkan uang, karena “kera” yang satu ini dianggap lucu oleh para pengunjung. Kadang ia mengambil dompet pengunjung dan membukanya, lalu menghamburkan isi dompet yang disambut gelak tawa hadirin yang menontonnya. Ia pura – pura meminta uang pada si empunya  dompet dan ketika diberi uang receh ia pura – pura menggeleng atau melompat-melompat sebagai isyarat menolak, seperti anak kecil yang merayu ibunya. Ketika diberi lembaran merah (Rp. 100.000,-) atau biru (Rp. 50.000,-) ia bersujud di kaki si pemberi. Orang – orangpun tertawa geli, tentu saja disertai sikap ketakutan si pemberi yang bersangkutan, karena toh ia berpikir itu kera yang bisa saja sesekali mengigit dirinya.

Si pemuda peraih gelar S-2 itu benar-benar telah mendapatkan tempat dan pekerjaan yang lumayan untuk mengobati hatinya  ia menjadi kerasan dan betah di kebun binatang itu.

Sekali waktu ia berlari-lari dan melompat – lompat ke dekat areal buaya dan lalu terjatuh pas dekat seekor buaya . buaya itu pun mengangakan julutnya. “kera jadi – jadian” itu tentu pucat pasi ketakutan, sekujur badannya lemas, tulangnya tiba-tiba jadi lunglai. Ah matilah aku, ujar pelan. Lalu ia berdoa dalam ketakutannya tiba-tiba jadi lunglai. Ah, matilah aku, ujarnya pelan. Lalu ia berdo’a dalam ketakutannya yang amat sangat, berharap ada pertolongan dari yang mahakuasa.

Ya Allah aku mohon ampun aku telah menipu diriku sendiri. Aku ini hanyalah seorang hamba, anak manusia yang amat dha’if yang tiada daya dan upaya yang dapat kuperbuat melainkan sekadar dari pemberian engkau, ya malikul – quds. Aku menjadi hewan hanyalah pura-pura karena terdesak,” Ia terus berdoa sembari memejamkan matanya. Pasrah sementara seekor buaya ada di dekatnya, yang tentu saja siap menerkam dan menyantap dirinya.

Dalam ketiadadayaanya itu ia sempat berfikir, mengapa buaya di dekatnya itu tak juga menyentuh dirinya. Lalu dibukalah matanya dan betapa amat terkejutnya karena moncong buaya yang mengerikan pas ada didepan batang hidungnya, tapi ia tak kuat bergerak selain diam seribu basa.

“Hei, jangan takut. Kamu jangan gusar, saya ini bukan buaya benaran, sama seperti kamu yang kera jadi-jadian. Saya juga jebolan pascasarjana. Kita sama-sama S2, malah saya lulusan Universitas di Amerika. Nasib kita kurang lebih sama, “ ujar buaya itu.